POSKOTASUMATERA, MACHESTER- Tiga musim berlalu, dua manajer (dan satu caretaker) sudah berlalu juga. Manchester United sudah harus bisa move on dari Sir Alex Ferguson. David Moyes dan Louis van Gaal tidak menjadi jawaban yang tepat. Tapi, José Mourinho, yang musim lalu dipecat oleh Chelsea, juga belum tentu menjadi jawaban yang tepat.
Lagipula dari tadi kita seperti mencari jawaban yang pertanyaannya saja belum jelas. Jadi daripada bertele-tele, seperti sepakbola Van Gaal musim lalu, kita perjelas saja pertanyaannya: Siapa yang bisa mengembalikan kejayaan Manchester United?
Evolusi United pasca-Ferguson bisa kita lihat dengan sangat jelas: Moyes dengan sistem yang berorientasi kepada umpan silang (kadang tidak jelas, selalu menarik menilik ketidakjelasan ini dengan kembali mengacu pada analisis berikut), Van Gaal yang berorientasi pada penguasaan bola, dan kemungkinan besar nantinya Mourinho yang lebih rapat dan pragmatis.
Permainan possession Van Gaal hanya mengantarkan United bertengger di posisi kelima, tidak lolos Liga Champions UEFA (tapi lolos Liga Europa UEFA), namun berhasil menjuarai Piala FA.
Musim lalu Van Gaal merefleksikan filosofinya dengan salah satu gelandang dari tiga gelandang di lini tengah yang dijadikan sebagai jangkar. Hal ini menyebabkan kedua bek tengah 'Setan Merah' bisa menyebar melebar dan kedua full-back-nya naik untuk membantu penyerangan.
Kadang pemain sayap, seringnya Juan Manuel Mata, juga turun ke posisi yang lebih sentral untuk mempertahankan bentuk tiga gelandang ini. Sistem ini sebenarnya sukses membuat United bisa mempertahankan bola, tapi mereka kesulitan untuk berkreasi dan mencetak gol.
Dari sini kita bisa melihat bahwa penguasaan bola tidak berarti apa-apa ketika tim tidak bisa mencetak gol. Bermain seperti cara Van Gaal ini, di mana kedua bek tengah melebar dan kedua full-back naik, berkali-kali membuat United kerepotan saat menerima serangan balik.
Beralih ke Mourinho, banyak yang curiga Mourinho akan melakukan hal yang kurang-lebih sama dengan Van Gaal. Tapi, sebenarnya Mourinho sangat berbeda dari gurunya tersebut (mereka pernah bekerja bersama di FC Barcelona).
Sama-Sama "Membosankan", Tapi Mourinho Berbeda dari Van Gaal
Kalau kata yang menjadi persamaan adalah "membosankan", bisa jadi itu adalah persamaan dari Mourinho dan Van Gaal (mengacu kembali kepada chant 'boring, boring, Chelsea' saat Mourinho menjuarai Liga Primer Inggris bersama Chelsea dua musim yang lalu). Meskipun bosan atau tidak itu sebenarnya masalah persepsi atau selera, bedanya Mourinho tahu bahwa hasil adalah segalanya.
Inilah yang menjadikan permainan Mourinho pragmatis: bagaimanapun caranya, membosankan sekalipun, yang penting menang. Berbeda dengan Van Gaal: apapun hasilnya, yang penting caranya adalah menguasai pertandingan dahulu (dengan harapan hasil positif akan mengikuti).
Sehingga kita akan tahu kalau Van Gaal yang lebih memfokuskan kepada tiga gelandang, sementara Mourinho kepada dua gelandang, atau yang biasa kita transformasikan pada formasi 4-2-3-1.
Setelan dua gelandang Mourinho adalah satu gelandang bertahan yang tugasnya memenangi bola dan mengontrol tempo; dan satu gelandang lagi yang bertugas sebagai playmaker yang lebih dalam. Skema ini disempurnakan dengan pemain No. 10 di belakang penyerang dan di antara winger.
Di Real Madrid kita bisa melihat Sami Khedira, Xabi Alonso, dan Mesut Oezil. Di Chelsea ada Nemanja Matić, Francesc Fàbregas, dan Oscar. Sementara di beberapa pertandingan pra-musim United ada Michael Carrick, Ander Herrera, dan Wayne Rooney.
Perbedaan ini akan terlihat dari cara United mengawali serangan. Saat Van Gaal, bek tengahlah yang mengawali serangan. Tapi, di tangan Mourinho, serangan akan banyak diawali dari lini tengah.
Untuk mendukung pendekatan yang lebih rapat dan pragmatis Mourinho ini, ia butuh bek tengah yang memiliki kemampuan duel udara, pengambilan posisi, dan berduel satu lawan satu (di sini Daley Blind tidak cocok meskipun selalu bermain sebagai bek tengah saat pra-musim). Untuk itulah ia membeli Eric Bertrand Bailly dari Villarreal.
Transisi dari menyerang ke bertahan menjadi lebih cepat dibandingkan saat Van Gaal, yang menyebabkan tim Mourinho seharusnya tidak lebih rentan diserang balik.
Mourinho Lebih Dinamis dalam Menyerang
Sementara untuk menyerang, Van Gaal lebih kaku dan Mourinho lebih dinamis. Pemain-pemain kreatif seperti Anthony Martial, Memphis Depay, Henrikh Mkhitaryan, Jesse Lingard, Andreas Pereira, Mata, dan Ashley Young (bahkan seharusnya Adnan Januzaj juga) akan mendapatkan keuntungan dari sini.
Dengan tiga pemain di belakang penyerang (seorang pemain No. 10 dan dua winger, biasanya salah satunya inverted winger), Mourinho biasanya menitikberatkan serangan pada sayap kanan. Lebih banyak umpan silang diluncurkan dari sebelah kanan. Kemudian di sebelah kiri lebih banyak permainan yang lebih teknis dan penyambung kepada gelandang dan penyerang.
Di Chelsea, kombinasi Willian dan Branislav Ivanovic di kanan sama menterengnya dengan kombinasi Eden Hazard, Cesare Azpilicueta, dan Fàbregas di kiri. Sementara di United sejauh ini, Luis Antonio Valencia (empat asis sepanjang pra-musim) dan Mkhitaryan (satu gol) atau lingard (satu gol) di kanan lebih kelihatan berkontribusi daripada Luke Shaw dan Martial di kiri.
Pendekatan ini akan membuat area tengah lapangan lebih stabil dan pergerakan pemain No. 10 (sejauh ini Rooney) bisa membantu penyerang di depan. Namun, cara bermain seperti bisa lebih terprediksi. Itulah kenapa mungkin Mourinho membeli pemain-pemain bintang seperti Zlatan Ibrahimović, Mkhitaryan (11 gol dan 15 assist dari sayap kanan Borussia Dortmund musim lalu), dan Paul Pogba.
Memaksimalkan Pogba, Mengorbankan Rooney
Jika mengacu pada gaya Mourinho, United akan memainkan 4-2-3-1. Tapi jika mengacu kepada pemain termahal dunia saat ini, Pogba, United akan memainkan 4-3-3. Pogba lebih maksimal bermain sebagai gelandang sebelah kiri dari tiga gelandang.
United memiliki segalanya bagi Pogba untuk bersinar dari posisi terbaiknya ini. Ada Shaw di full-back kiri yang lebih eksplosif daripada Patrice Evra, rekan Pogba di Juventus. Martial juga bisa banyak mendapatkan manfaat dari kehadiran Pogba ini.
Untuk melihat bagaimana cara memainkan Pogba dengan baik dan benar, kita bisa kembali tulisan berikut: [Memainkan Pogba dengan Baik dan Benar].
Satu hal yang terlupakan dari tadi, jika nantinya United memainkan 4-3-3 adalah, mau dimainkan di mana Wayne Rooney? Sir Alex hampir ingin menjualnya, tapi Moyes memberinya kontrak baru, dan Van Gaal malah menjadikannya kapten.
Mourinho memiliki masalah di sini. Apakah ia harus mencadangkan kaptennya tersebut, seorang pemain yang berpengaruh di lapangan dan di ruang ganti, untuk memainkan 4-3-3 yang bisa memaksimalkan Pogba dan United? Atau ia akan tetap bermain dengan 4-2-3-1 dan tetap memainkan Rooney sebagai No. 10, sesuai dengan nomor punggungnya.
Pogba sendiri sebenarnya bisa saja bermain sebagai playmaker yang lebih dalam pada formasi 4-2-3-1. Tapi, itu akan mengingatkan kita lagi kepada penampilan buruknya di Piala Eropa 2016 bersama Prancis alih-alih 9 gelarnya selama 4 tahun di Juventus.
Selain itu, memainkan Rooney sebagai No. 10 dan Pogba sebagai "Fàbregas"-nya (mengacu kepada Chelsea-nya Mourinho ketika juara) sebenarnya bisa membuat United lebih mendominasi. Mereka bisa bertahan dari wilayah yang tinggi, apalagi Rooney gemar melakukan track-back.
Tapi, di usianya yang sudah 30 tahun, Rooney bukanlah Oscar. Seringnya pemain No. 10 adalah pemain yang bisa membuat perubahan. Bisa jadi malah Mkhitaryan atau Mata yang lebih maksimal bermain di posisi No. 10 ini.
Kesimpulan
Dilihat dari head-to-head, José Mourinho bisa saja kalah dari Pep Guardiola (Manchester City) yang sekarang merupakan tetangganya. Tapi manajer asal Portugal ini punya track record yang bagus melawan kebanyakan manajer lainnya di Liga Primer Inggris.
Tidak seperti Van Gaal, Mourinho memiliki formula yang lebih jitu untuk meraih kemenangan, meskipun seringkali caranya tersebut dinilai membosankan. Kita mengenal Mourinho sebagai seorang yang pragmatis. Begitulah 'Setan Merah' musim ini: pragmatis. Seperti yang bisa kita lihat saat mereka menjuarai Community Shield.
Di awal menjabat sebagai manajer United, Mourinho berujar bahwa ia membutuhkan empat pemain baru: satu bek tengah, satu penyerang, satu pemain sayap kreatif, dan satu gelandang. Ia sudah mendapatkan nama-nama yang menjanjikan seperti Zlatan Ibrahimović, Henrikh Mkhitaryan, dan Paul Pogba.
Mourinho bisa membuat United menakutkan lagi. Tapi, baik Mourinho maupun Manchester United belum sepenuhnya siap untuk gelar juara Liga Primer Inggris. Posisi runner-up mungkin bisa menjadi hasil yang bagus bagi Mourinho maupun United.(dtc)
Lagipula dari tadi kita seperti mencari jawaban yang pertanyaannya saja belum jelas. Jadi daripada bertele-tele, seperti sepakbola Van Gaal musim lalu, kita perjelas saja pertanyaannya: Siapa yang bisa mengembalikan kejayaan Manchester United?
Evolusi United pasca-Ferguson bisa kita lihat dengan sangat jelas: Moyes dengan sistem yang berorientasi kepada umpan silang (kadang tidak jelas, selalu menarik menilik ketidakjelasan ini dengan kembali mengacu pada analisis berikut), Van Gaal yang berorientasi pada penguasaan bola, dan kemungkinan besar nantinya Mourinho yang lebih rapat dan pragmatis.
Permainan possession Van Gaal hanya mengantarkan United bertengger di posisi kelima, tidak lolos Liga Champions UEFA (tapi lolos Liga Europa UEFA), namun berhasil menjuarai Piala FA.
Musim lalu Van Gaal merefleksikan filosofinya dengan salah satu gelandang dari tiga gelandang di lini tengah yang dijadikan sebagai jangkar. Hal ini menyebabkan kedua bek tengah 'Setan Merah' bisa menyebar melebar dan kedua full-back-nya naik untuk membantu penyerangan.
Kadang pemain sayap, seringnya Juan Manuel Mata, juga turun ke posisi yang lebih sentral untuk mempertahankan bentuk tiga gelandang ini. Sistem ini sebenarnya sukses membuat United bisa mempertahankan bola, tapi mereka kesulitan untuk berkreasi dan mencetak gol.
Dari sini kita bisa melihat bahwa penguasaan bola tidak berarti apa-apa ketika tim tidak bisa mencetak gol. Bermain seperti cara Van Gaal ini, di mana kedua bek tengah melebar dan kedua full-back naik, berkali-kali membuat United kerepotan saat menerima serangan balik.
Beralih ke Mourinho, banyak yang curiga Mourinho akan melakukan hal yang kurang-lebih sama dengan Van Gaal. Tapi, sebenarnya Mourinho sangat berbeda dari gurunya tersebut (mereka pernah bekerja bersama di FC Barcelona).
Sama-Sama "Membosankan", Tapi Mourinho Berbeda dari Van Gaal
Kalau kata yang menjadi persamaan adalah "membosankan", bisa jadi itu adalah persamaan dari Mourinho dan Van Gaal (mengacu kembali kepada chant 'boring, boring, Chelsea' saat Mourinho menjuarai Liga Primer Inggris bersama Chelsea dua musim yang lalu). Meskipun bosan atau tidak itu sebenarnya masalah persepsi atau selera, bedanya Mourinho tahu bahwa hasil adalah segalanya.
Inilah yang menjadikan permainan Mourinho pragmatis: bagaimanapun caranya, membosankan sekalipun, yang penting menang. Berbeda dengan Van Gaal: apapun hasilnya, yang penting caranya adalah menguasai pertandingan dahulu (dengan harapan hasil positif akan mengikuti).
Sehingga kita akan tahu kalau Van Gaal yang lebih memfokuskan kepada tiga gelandang, sementara Mourinho kepada dua gelandang, atau yang biasa kita transformasikan pada formasi 4-2-3-1.
Setelan dua gelandang Mourinho adalah satu gelandang bertahan yang tugasnya memenangi bola dan mengontrol tempo; dan satu gelandang lagi yang bertugas sebagai playmaker yang lebih dalam. Skema ini disempurnakan dengan pemain No. 10 di belakang penyerang dan di antara winger.
Di Real Madrid kita bisa melihat Sami Khedira, Xabi Alonso, dan Mesut Oezil. Di Chelsea ada Nemanja Matić, Francesc Fàbregas, dan Oscar. Sementara di beberapa pertandingan pra-musim United ada Michael Carrick, Ander Herrera, dan Wayne Rooney.
Perbedaan ini akan terlihat dari cara United mengawali serangan. Saat Van Gaal, bek tengahlah yang mengawali serangan. Tapi, di tangan Mourinho, serangan akan banyak diawali dari lini tengah.
Untuk mendukung pendekatan yang lebih rapat dan pragmatis Mourinho ini, ia butuh bek tengah yang memiliki kemampuan duel udara, pengambilan posisi, dan berduel satu lawan satu (di sini Daley Blind tidak cocok meskipun selalu bermain sebagai bek tengah saat pra-musim). Untuk itulah ia membeli Eric Bertrand Bailly dari Villarreal.
Transisi dari menyerang ke bertahan menjadi lebih cepat dibandingkan saat Van Gaal, yang menyebabkan tim Mourinho seharusnya tidak lebih rentan diserang balik.
Mourinho Lebih Dinamis dalam Menyerang
Sementara untuk menyerang, Van Gaal lebih kaku dan Mourinho lebih dinamis. Pemain-pemain kreatif seperti Anthony Martial, Memphis Depay, Henrikh Mkhitaryan, Jesse Lingard, Andreas Pereira, Mata, dan Ashley Young (bahkan seharusnya Adnan Januzaj juga) akan mendapatkan keuntungan dari sini.
Dengan tiga pemain di belakang penyerang (seorang pemain No. 10 dan dua winger, biasanya salah satunya inverted winger), Mourinho biasanya menitikberatkan serangan pada sayap kanan. Lebih banyak umpan silang diluncurkan dari sebelah kanan. Kemudian di sebelah kiri lebih banyak permainan yang lebih teknis dan penyambung kepada gelandang dan penyerang.
Di Chelsea, kombinasi Willian dan Branislav Ivanovic di kanan sama menterengnya dengan kombinasi Eden Hazard, Cesare Azpilicueta, dan Fàbregas di kiri. Sementara di United sejauh ini, Luis Antonio Valencia (empat asis sepanjang pra-musim) dan Mkhitaryan (satu gol) atau lingard (satu gol) di kanan lebih kelihatan berkontribusi daripada Luke Shaw dan Martial di kiri.
Pendekatan ini akan membuat area tengah lapangan lebih stabil dan pergerakan pemain No. 10 (sejauh ini Rooney) bisa membantu penyerang di depan. Namun, cara bermain seperti bisa lebih terprediksi. Itulah kenapa mungkin Mourinho membeli pemain-pemain bintang seperti Zlatan Ibrahimović, Mkhitaryan (11 gol dan 15 assist dari sayap kanan Borussia Dortmund musim lalu), dan Paul Pogba.
Memaksimalkan Pogba, Mengorbankan Rooney
Jika mengacu pada gaya Mourinho, United akan memainkan 4-2-3-1. Tapi jika mengacu kepada pemain termahal dunia saat ini, Pogba, United akan memainkan 4-3-3. Pogba lebih maksimal bermain sebagai gelandang sebelah kiri dari tiga gelandang.
United memiliki segalanya bagi Pogba untuk bersinar dari posisi terbaiknya ini. Ada Shaw di full-back kiri yang lebih eksplosif daripada Patrice Evra, rekan Pogba di Juventus. Martial juga bisa banyak mendapatkan manfaat dari kehadiran Pogba ini.
Untuk melihat bagaimana cara memainkan Pogba dengan baik dan benar, kita bisa kembali tulisan berikut: [Memainkan Pogba dengan Baik dan Benar].
Satu hal yang terlupakan dari tadi, jika nantinya United memainkan 4-3-3 adalah, mau dimainkan di mana Wayne Rooney? Sir Alex hampir ingin menjualnya, tapi Moyes memberinya kontrak baru, dan Van Gaal malah menjadikannya kapten.
Mourinho memiliki masalah di sini. Apakah ia harus mencadangkan kaptennya tersebut, seorang pemain yang berpengaruh di lapangan dan di ruang ganti, untuk memainkan 4-3-3 yang bisa memaksimalkan Pogba dan United? Atau ia akan tetap bermain dengan 4-2-3-1 dan tetap memainkan Rooney sebagai No. 10, sesuai dengan nomor punggungnya.
Pogba sendiri sebenarnya bisa saja bermain sebagai playmaker yang lebih dalam pada formasi 4-2-3-1. Tapi, itu akan mengingatkan kita lagi kepada penampilan buruknya di Piala Eropa 2016 bersama Prancis alih-alih 9 gelarnya selama 4 tahun di Juventus.
Selain itu, memainkan Rooney sebagai No. 10 dan Pogba sebagai "Fàbregas"-nya (mengacu kepada Chelsea-nya Mourinho ketika juara) sebenarnya bisa membuat United lebih mendominasi. Mereka bisa bertahan dari wilayah yang tinggi, apalagi Rooney gemar melakukan track-back.
Tapi, di usianya yang sudah 30 tahun, Rooney bukanlah Oscar. Seringnya pemain No. 10 adalah pemain yang bisa membuat perubahan. Bisa jadi malah Mkhitaryan atau Mata yang lebih maksimal bermain di posisi No. 10 ini.
Kesimpulan
Dilihat dari head-to-head, José Mourinho bisa saja kalah dari Pep Guardiola (Manchester City) yang sekarang merupakan tetangganya. Tapi manajer asal Portugal ini punya track record yang bagus melawan kebanyakan manajer lainnya di Liga Primer Inggris.
Tidak seperti Van Gaal, Mourinho memiliki formula yang lebih jitu untuk meraih kemenangan, meskipun seringkali caranya tersebut dinilai membosankan. Kita mengenal Mourinho sebagai seorang yang pragmatis. Begitulah 'Setan Merah' musim ini: pragmatis. Seperti yang bisa kita lihat saat mereka menjuarai Community Shield.
Di awal menjabat sebagai manajer United, Mourinho berujar bahwa ia membutuhkan empat pemain baru: satu bek tengah, satu penyerang, satu pemain sayap kreatif, dan satu gelandang. Ia sudah mendapatkan nama-nama yang menjanjikan seperti Zlatan Ibrahimović, Henrikh Mkhitaryan, dan Paul Pogba.
Mourinho bisa membuat United menakutkan lagi. Tapi, baik Mourinho maupun Manchester United belum sepenuhnya siap untuk gelar juara Liga Primer Inggris. Posisi runner-up mungkin bisa menjadi hasil yang bagus bagi Mourinho maupun United.(dtc)