POSKOTASUMATERA.COM-SAMOSIR-
Ratusan masyarakat Desa Tanjung Bunga Kecamatan Pangururan, Selasa, (24/07) menggelar unjuk rasa ke Kantor DPRD Samosir dan Kantor Bupati Samosir guna memperjuangkan tanah leluhur mereka yang masuk dalam register kehutanan.
Pematokan yang dilakukan awal tahun 2018 kemarin berpedoman dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 579/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan di Sumatera Utara yang diklaim seluas 3.055.795 Ha. Dimana dari 70.708,39 Ha wilayah Kabupaten Samosir yang diklaim sebagai kawasan hutan, sepenuhnya wilayah Desa Tanjung Bunga termasuk di dalamnya.
"SK 579 Tahun 2014 tidak pro rakyat. Kami menilai tindakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini merupakan pencaplokan sepihak yang mengklaim tanah adat kami, Desa Tanjung Bunga masuk hutan milik negara. Sehingga kami Perkumpulan Masyarakat Adat Desa Tanjung Bunga menyatakan sikap untuk menolak SK Menhut No. 579 tahun 2014," kata perwakilan masyarakat, Bachtiar Uji Simalango.
Ketua dan Waki DPRD Samosir, menyambut rombongan yang datang ke gedung rakyat. Sambil menyampaikan orasinya, 15 orang utusan dari 700-an masyarakat dipersilahkan masuk untuk menyampaikan aspirasi mereka.Untuk mengetahui secara langsung letak persoalan dan mendapatkan solusinya, DPRD Samosir meminta supaya rapat tersebut sekaligus dihadiri Bupati Samosir. Berhubung pimpinan tertinggi di Kabupaten Samosir sedang tugas luar, perwakilan pemerintah kabupaten Samosir diwakilkan oleh Sekda, Jabiat Sagala bersama Asisten I, Mangihut Sinaga dan Asisten 2.
Dalam dengar pendapat itu tuntutan masyarakat Tanjung bungapun disampaikan Mangapar Nadeak. Mereka meminta Pemerintah Kabupaten Samosir dan DPRD Samosir agar berdiri bersama rakyat untuk turut berjuang menyelamatkan hak-hak tanah adat Desa Tanjung Bunga.
"Kami juga meminta Pemerintah Kabupaten Samosir bersama DPRD Samosir secepatnya mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI agar tanah adat kami yang dicaplok sebagai kawasan hutan melalui SK 579/2014 dilepaskan dari kawasan hutan secara utuh dan berkekuatan hukum tetap," serta mendesak DPRD Kabupaten Samosir segera membentuk tim penanganan penyelesaian klaim Kemenhut atas sebagian besar tanah masyarakat dan tanah adat sebagai kawasan hutan.
Sementara itu, Ketua DPRD Samosir, Rismawati Simarmata mengatakan dirinya mewakili seluruh anggota dewan, siap memfasilitasi dan mendukung agar masyarakat Desa Tanjung Bunga mendapatkan hak tanah adatnya.
Bupati Samosir yang diwakili Sekretaris Daerah, Jabiat Sagala menjelaskan terkait SK Kemenhut No. 579. Juga terkait TORA sebagai kebijakan pemerintah pusat guna melepaskan tanah masyarakat dari kawasan hutan. Namun karena menurut masyarakat Desa Tanjung Bunga bahwa TORA tidak menyelesaikan masalah karena TORA tersebut diperuntukkan untuk mengusulkan tanah milik perorangan, dengan kata lain bukan untuk melepaskan Desa Tanjung Bunga secara keseluruhan sehingga masyarakat menolaknya.
Hal yang sama juga disampaikan Wakil Ketua DPRD Samosir, Jonner Simbolon. Menurutnya, persoalan SK yang dikeluarkan Kemenhut tahun 2014 lalu dimana untuk Sumatera Utara saat ini telah menjadi polemik di sejumlah daerah. Sehingga Pemerintah Pusat mengeluarkan TORA sebagai solusi untuk mengeluarkan tanah masyarakat dari klaim kawasan hutan.
"Belajar dari sejumlah daerah salah satunya di Banten, dimana tanah adat dan ulayatnya bisa dikeluarkan tanpa melalui TORA. Ini membuktikan pemerintah pusat telah mengembalikan banyak tanah ulayat dan adat kepada rakyat. Kabupaten Samosir pun tentunya bisa melakukannya. Sehingga kita (DPRD Samosir) bersama Pemkab Samosir akan secepatnya menerbitkan Perda tentang hak Ulayat Desa Tanjung Bunga," kata Jonner Simbolon.
Dengan disepakatinya akan menerbitkan Perda tentang Hak Ulayat dan pemanfaatan Tanah Adat, rapat dengar pendapat dengan masyarakat Desa Tanjung Bunga pun ditutup oleh Ketua DPRD Samosir. Dan rombongan unjuk rasa masyarakat Desa Tanjung Bunga yang dikawal anggota personil Polres Samosir pun kembali ke desanya dengan aman dan tertib. (PS/PARDIMAN LIMBONG)