POSKOTASUMATERA.COM - LABUHANBATU - Usai mengkritik sistem pemerintahan dan demokrasi dimasa kepemimpinan H. Erik Adtrada Ritonga, Praktisi Hukum ini membedah Peraturan Bupati Labuhanbatu terkait dengan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) seretak tahun 2022.
Praktisi hukum, Sutan Parlaungan Harahap SH, membedah Peraturan Bupati Labuhanbatu Nomor 410/33/DPMD/2022 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Desa serentak bergelombang.
Sutan mengatakan, dalam hal calon kepala desa yang merasa belum puas dengan kinerja panitia Pilkades, menurutnya masih ada upaya hukum yang tertuang dalam Perbup.
"Ketentuan pasal 65 pada Perbup Labuhanbatu, dalam hal pertemuan pihak-pihak yang berselisih untuk musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud pada pasal 63 huruf e tidak tercapai mufakat, tim adhoc Penyelesaian Perselisihan Pemilihan Kepala Desa melaporkan kepada Bupati. Kemudian diayat berikutnya dikatakan "rekomendasi BUPATI bersifat final dan mengikat","tulis Sutan pada postingan media sosialnya @Adv Sutan Parlaungan Harahap (Facebook), Jum'at (4/11/2022).
Penyelesaian perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa, lanjut Sutan, paling lama 7 (tujuh) hari sejak pihak-pihak yang berselisih dipertemukan.
"Setelah kucermati pada Bab V perbup, pasal perpasalnya, dari pasal 58 - 69, calon Kepala desa yang telah kalah pada perhitungan suara di TPS masih bisa mengajukan permohonan kepada tim adhoc. Tapi,,, jangan berharap lebih.
Udah itu saja,"tulisnya.
Atas postingan Sutan Parlaungan Harahap tersebut, direspon oleh akun Facebook Sugianto. Komentar Sugianto mengatakan, prinsip Pilkades itu bukan menjalankan demokrasi. Sebab, demokrasi hanyalah bungkusan dari sebuah perundang - undang yang lebih berkepentingan politik yang bukan bermuatan politik bagi seluruh rakyat Indonesia. Akan tetapi bermuatan politik perorangan yang punya kepentingan.
Dia (Sugianto) juga berkomentar, mengapa bisa begitu ? Sebab, jika selagi undang undang dibuat oleh keterwakilan partai - partai dan pada pasal pelaksanaan undang - undangan tersebut prinsipilnya lebih mengutamakan kepentingan mengutamakan kepentingan perorangan dari partai - partai.
Prinsip Pilkades itu bukan menjalankan demokrasi sebab demokrasi hanyalah bungkusan dari sebuah undang - undang yang lebih berkepentingan politik yang bukan bermuatan politik bagi seluruh rakyat indonesia akan tetapi bermuatan politik perorangan yang punya kepentingan. Maka, demokrasi yang dianut itu democrazy, bukan demokrasi persatuan sesuatu dalam pancasila.
"Hal ini, ternyata dipertontonkan dalam Pilkades serentak gelombang pertama di negeri ika. Dimana undang - undang yang lahir seperti perda dan perbup terkesan pesanan kepetingan perorangan, yakni hak dipilih dari pada kepentingan orang banyak, hak dipilih dan memilih,"tulis komentar Sugianto.
Apalagi, lanjut komentar Sugianto, tidak adanya penentuan barometer yang jelas yang melibatkan akademisi yang turun langsung sebagai penentu parameter hak pilih dan memilih. Maka dapatlah sangat diartikan, bahwa undang - undang yang dilahirkan itu sebuah kecacatan mental dalam secara berdemokrasi.
"Solusinya karena pilkades serentak tahap pertama sudah berlangsung, maka gelombang kedua haruslah ganti Kadis (Kepala Dinas) PMD sebagai panitia. Sehingga diharapkan dengan mengganti Kadisnya, dapatlah diperbaharui ulang mana - mana ayat - ayat dalam perbup, dan perbup yang sangat melukai,"komentar Sugianto yang kerap pada akun media sosialnya menyebut Sigondrong Dalam Diam (SigondrongDalanDiam). (PS/DM/Red-04)