Foto : Ilustrasi (int) |
POSKOTASUMATERA.COM - MEDAN - Pasca dilakukannya perdamaian antara pencuri handphone R (inisial) anak dari anggota DPRD Kabupaten Labusel dan penadah I (inisial) dengan Joni Iskandar warga Padangri Dusun Bakti Desa Simatahari Kecamatan Kotapinang Kabupaten Labuhanbatu Selatan, akhirnya JH yang menjadi korban salah tangkap buka suara.
JH, usai keluar dari sel tahanan Polres Labuhanbatu, Jum'at (8/12/2023), ketikan ditemui di rumah keluarganya di Jalan Lintas Sumatera Desa Simatahari, mengungkap semua kejadian yang dialaminya.
JH mengungkapkan, kejadian penangkapan tersebut terjadi di hari Kamis (24/12/2023) sekira pukul 00.30 Wib. Sebanyak 5 orang mendatangi rumahnya dengan cara menggedor - gedor pintu sambil mengeluarkan suara dengan nada besar.
"Diketuk - ketuk pintu dan dinding rumah. Kami yang didalam rumah terbangun. Aku ditanya sama mamak ku. Itu siapa malam - malam datang, aku jawab enggak tau. Ku buka pintu belakang, yang kebetulan disitu pula suara gedoran pintu terakhir,"ujar JH, Rabu (13/12/2023) ketika ditemui di rumah kuarganya Jalan Lintas Sumatera Desa Simatahari, Kecamatan Kotapinang.
Usai dibuka pintu, tiba - tiba seorang personel Sat Reskrim Polres Labuhanbatu Selatan (Labusel) menariknya dan ada yang memitingnya. Tanpa ada membawa surat penangkapan (SP-Kap), JH langsung dibawa petugas Satreskrim Polres Labusel dan dimasukan ke dalam. Ketika di dalam mobil, JH sempat menerima bogem mentah dari salah satu oknum polisi.
Sampai di Polres Labusel, JH dibawa keruangan penyidik pidana umum. Di ruang penyidik, JH disuruh untuk membuka celana, dan hanya memakai celana dalam.
"Di ruang penyidik, aku disuruh buka celana. Hanya tinggal celana dalam. Karena waktu dibawa dari rumah, tak di pakai baju. Lalu aku disuruh mandi. Ngapain pula aku mandi. Terus, kaki ku pas dibagian antara paha sama lutut, di suruh menjepit batang sapu, sakit kali ku rasa. Habis itu, di tinggallah aku dalam ruangan hanya pakai kolor (celana dalam),"ungkapnya.
Berselang satu setengah jam, lanjutnya, mata JH ditutup dengan lakban. Kemudian dibawa ke kamar mandi. Disini, dari keterangan JH, wajah dan kepalanya direndam air dalam bak. Sadisnya, kemaluan JH disiram air panas oleh oknum polisi di ruangan penyidik.
"Satu setengah jam aku ditinggal dalam ruangan yang ber AC cuma pakai kolor (celana dalam) dan kaki ku diselipkan batang sapu. "Kuat juga kau ya" itu lah ucapan yang ku dapat dari polisi (oknum) itu. Disuruh aku mengakui hal yang tak kulakukan (mencuri hp). Merek apa HP yang ku curi, berapa unit HP nya, kapan dicuri, aku tak tau. Lalu mata ku ditutup sama lakban. Dibawa aku, dicelupkan muka (wajah) ku ke dalam air. Sampai megap. Tak tahan aku pak, mati pula aku, mau tak mau harus ku akui biar tak direndam lagi muka (wajah) ku. Habis itu, dibawa ke ruangan lagi. Masih ditutup lakban mata ku. Diruangan itulah (penyidik), kemaluan ku di siram air panas, menjeritlah aku pak. Setelah dibuka mata ku, kemaluan ku dijepret pakai karet. Kalau aku memang mencuri, kita buktikan dengan sidik,"jelasnya dengan mata berkaca - kaca.
JH juga menyampaikan, Selasa (12/12/2023), dibawa ke Polres Labuhanbatu Selatan (Labusel) oleh keluarganya. Dikarenakan, ada pihak Propam Polres Labusel menelpon Kepala Dusun Makmur Desa Sei Matahari meminta JH untuk datang diperiksa mengenai permasalahan dugaan salah tangkap.
"Kadus ku ditelpon sama Propam Polres Labusel, meminta aku datang pak. Didampingi aku sama Om ku, datang kami ke Polres Labusel, langsung menghadap ke Komandan Propam. Disitu ku ceritakan semua kejadian yang ku alami selama ditangkap dan di dalam ruangan penyidik. Terus aku diperiksa sama Propam, dan dibuat berita acara pemeriksaan ku. Sampai aku ditunjukan video untuk menunjukan, siapa - siapa orang yang menangkal dan memukul aku,"terangnya kembali.
Di dalam sel tahanan Polres Labusel, I (terduga penadah) berbicara kepada JH. I (inisial) meminta kepada KH agar tidak diperpanjang permasalahan tuduhan pencurian HP terhadap JH.
"Iya, si penadah I, minta tolong dengan nangis - nangis, agar jangan lagi diperpanjang masalah kena tuduhan mencuri itu. 'tolonglah Lal, jangan diperpanjang. Aku punya anak sama istri. Kita damai ajalah', itu kata si I sama ku pak. Dari situlah, aku ada terjadi perdamaian. Antara R dan I dengan Joni Iskandar (pemilik hp). Tapi aku heran, aku tak bersalah, malah mamak ku ngeluarkan uang Rp.2,5 juta untuk perdamaian mereka, enggak terima aku ini, "kisahnya.
Atas kejadian yang dialami JH, Ida Siregar, ibu kandung JH mengatakan, selama penahanan JH, keluarga dari R (terduga pencuri) dan I (terduga penadah), datang tiba - tiba ke rumahnya untuk meminta Ida agar berdamai.
"Tiba - tiba keluarga R dan I datang ke rumah dalam keadaan hujan. Keluarganya (R dan I), minta agar damai. Jangan diperpanjang lagi,"ucap Ida, Rabu (13/12/2023) sekira pukul 20.15 Wib via Telpon WhatsApp.
Ida juga membenarkan, perdamaian antara keluarga R dan I dengan Joni Iskandar, mengeluarkan uang ±Rp.2,5 juta. "Dipaksa aku sama istri Rudi. Ikut membayar. Sudah ku bilang aku enggak ada duit, kok dipaksa juga. Lantaran orang tua ini sudah enggak tahan melihat anak, meminjamlah aku uang. Hari Jum'at (8/12/2023) itu lah aku sama keluarga R, keluarga I, dan Joni Iskandar beserta keluarganya di Polres berdamai. Tapi, lain ku lihat perlakuan Kapolres dan Kasat. Berbeda kali lah. Entah karena dilaporkan sama adek ku ke Polda,"ujar Ida.
Adanya perlakuan dugaan salah tangkap dan dugaan penganiayaan yang dialami JH anaknya, Ida Siregar tidak terima. Dia meminta kepada Kapolda Sumatera Utara, agar diproses lanjut oknum Polisi yang telah melakukan penganiayaan tersebut.
"Saya tidak terima, enggak ada mencuri, dipukuli, kepalanya direndam dalam air, dan belakangan saya dapat cerita lengkap, kemaluan anak saya di siram air panas. Biadab kali itu pak. Saya tidak terima. Perdamaian yang kemarin itu, adek - adek saya enggak tau. Karena, adek saya yang melaporkan kejadian JH ke Polda, sebenarnya tak mau berdamai. Karena tau ini ceritanya langsung dari anak saya (JH), mereka minta lanjut diproses oknum-oknum polisi yang melakukan penganiayaan itu ke anak saya. Saya berharap besar kepada Kapolda Sumut, agar diproses oknum polisinya,"ucap Ida di iringi dengan suara tangisan yang terdengar melalui telepon.
Menurut informasi, Polda Sumatera Utara, melalui Paminal Bidang Propam sedang melakukan penyidikan atas dugaan salah tangkap dan dugaan penganiayaan terhadap JH warga Dusun Makmur Desa Simatahari Kecamatan Kotapinang, Labusel.
Info tersebut, dibuktikan dengan adanya pemeriksaan terhadap JH sebagai korban dugaan salah tangkap dan penganiayaan oknum polisi Sat Reskrim Polres Labusel, Selasa (12/12/2023) didampingi oleh keluarganya, dan disaksikan oleh Kabag Propam diruangan Propam kantor Polres Labusel.
Sebelumnya diberitakan, nasib seorang duda anak satu, JH (29) warga Desa Simatahari, Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan ditangkap dan ditahan dengan tuduhan mencuri 2 unit handphone di rumah orang tuanya Desa Simatahari, Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara, Kamis (23/11/2023) sekira pukul 00.15 Wib (dini hari).
Penangkapan dan penahanan JH atas tuduhan mencuri handphone milik korban disebut - sebut bernama Joni Iskandar warga Padangri Dusun Bakti, Labusel. Menurut pengakuan dari JH tidak memenuhi unsur yang dituduhkan.
JH tidak pernah mengunjungi warung dimana korban berjualan.
Dari keterangan ibu JH, Ida Siregar (52), warga Desa Simatahari mengatakan, anaknya (JH) tersebut saat ini berada di tahanan Polres Labuhanbatu Selatan dengan tuduhan mencuri handphone (HP) milik Joni Iskandar, tidak ada sama sekali.
"Saya sudah tanya sama anak saya waktu menjenguk (semalam). Tidak ada mencuri handphone. Bahkan bersumpah demi anaknya, tidak melakukan pencurian apa pun"ujar Ida kepada poskotasumatera.com, Kamis (30/11/2023).
Setelah salah satu keluarga Ida, berkomunikasi dengan Kapolres Labuhanbatu Selatan AKBP Maringan Simanjuntak, tentang JH ditangkap dan ditahan atas tuduhan pencurian handphone, JH dipanggil ke ruangan penyidik untuk di interogasi.
"Saya cerita tentang anak saya yang dituduh mencuri dan ditangkap Polisi sama keluarga yang masih bertutur adik, caleg dari Partai Bulan Bintang. Anak saya juga dipukul, dan direndam di air bak (pengakuan JH). Adik saya itu menghubungi Kapolres. Berselang hari, anak saya dipanggil ke ruangan juper untuk di tanya - tanya,"ungkap Ida.
Diruangan penyidik, lanjut Ida, JH diminta tidak mengadukan hal tersebut kepada orang lain, dan memintanya agar keluarga JH berdamai dengan keluarga korban. "Disuruh berdamai dengan yang punya handphone. Bagaimana mau damai, sedangkan anak saya tidak ada mencuri. Anak saya pun diminta jangan mengadu kemana - mana lagi,"tutur Ida.
Malangnya, lanjut Ida Siregar, anaknya (JH) dijemput tengah malam, sekira pukul 00.15 Wib. Petugas dari Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) lebih kurang berjumlah 7 orang menggedor - gedor pintu sambil memanggil nama JH. Rumah orang tua JH pun dikepung oleh petugas tersebut.
"Saya tidak tau apa - apa. Tiba - tiba saja polisi datang ke rumah saya menggedor - gedor pintu sambil memanggil anak saya. Itu jam 12 malam. Setelah itu, anak saya keluar melihat, tiba - tiba juga langsung dipegang, ditarik hingga tersungkur ke tanah. Saya langsung mengambil sikap, dan bertanya, ada apa ini, kan bisa secara pelan - pelan. Saya tidak mengetahui kedatangan kalian untuk apa,"ungkap Ida Siregar, Sabtu (25/11/2023).
Kemudian, sambung Ida lagi, anaknya JH langsung dibawa tanpa menggunakan baju."Anak saya dibawa ke kantor tanpa memberikan surat penangkapan (SP-KAP). Ya, sampai saat ini, surat penangkapan tersebut tidak ada saya terima sebagai orang tua kandungnya, surat penahanannya aja pun juga tidak ada saya terima. Ini anak saya di tahan,"ucap Ida.
Ida juga menceritakan, ada beberapa orang yang mengaku sebagai keluarga penadah I (inisial), dan pencuri R (inisial) datang menemuinya. Mengajak menjumpai pemilik handphone untuk melakukan perdamaian. Ida pun, ikut serta bersama.
Sampai di rumah pemilik handphone dan dilanjutkan pembicaraan tentang perdamaian, keluarga penadah dan pencuri serta Ida terkejut. Pemilik handphone meminta uang perdamaian senilai Rp.30 juta. Dan yang aneh, tuduhan terhadap JH anaknya mencuri handphone itu, diakui pemilik handphone tidak memiliki saksi.
"Terkejut saya, mencuri hp diminta ganti rugi Rp.30 juta. Saya tanya, ada saksi yang melihat anak saya (JH) ini mengbil hp kalian ?, di jawab Joni (pemilik hp), enggak ada,"ungkap Ida.
Kamis, (7/12/2023) sekira pukul 12.30 Wib, Ida Siregar menjenguk anaknya di Polres Labusel. Ida juga mengisahkan, menurut penuturan anaknya (JH), JH dibawa ke ruangan Kapolres, Rabu (6/12/2023), dengan tujuan ditanya secara 4 (empat) mata oleh Kapolres mengenai kebenaran JH, ada melakukan pencurian handphone atau tidak.
"Kata anak saya, dia (JH) dibawa keluar sel tahanan ke ruangan Kapolres. Kata JH, Kapolres nanya sama anak saya itu, kalau memang tidak ada mencuri hp, mengapa diakui. Anak saya ya menjawab, aku dipukuli dan kepala di rendam di dalam bak berisi air secara berulang - ulang. Ya, namanya digitukan, takut mati, di akui anak saya,"ungkap Ida kembali, dengan meneteskan air mata.
Terpisah, Rohana Siregar, adik kandung Ida Siregar berkata hal yang sama. Ketika menjenguk JH di rumah tahanan Polres Labuhanbatu Selatan (Labusel), JH mengakui tidak ada mencuri handphone milik korban, dan dipukuli oleh petugas Satreskrim dalam mobil.
"Saya jenguk kemanakan ke polres. Saya tanya, jujur kau (JH), kau nyuri hp apa enggak. Dijawab dia (JH), sampai bersumpah - sumpah demi anaknya mati pun mau,"ucap Rohana.
Rohana juga menyampaikan, Jiran tetangga kakaknya (Ida) pun mau bersaksi kalau JH tidak melakukan pencurian. "Tetangga ada yang mau jadi saksi kemanakan ku tidak mencuri hp itu. Kata tetangga ku itu, kemanakan ku (JH) tidak pernah ke warung yang punya hp. Gimana mau mencuri, sedangkan ke warungnya aja tak pernah,"ungkap Rohana.
Lanjut Rohana Siregar, ada dua keluarga tersangka datang untuk membahas mengurus damai dengan sekeluarga pemilik handphone ke rumah Ida Siregar (kakaknya). Namun, pembahasan tersebut terhenti, usai merembukan perdamaian dengan pemilik handphone yang meminta uang dama sampai Rp.30 juta.
"Datang keluarga si R dan I, ke rumah kakak saya membahasa perdamaian dengan keluarga pemilik hp. Dengan tatanan bahasa kakak saya yang polos sebagai orang kampung, mengikut saja. Saya dirumah si pemilik hp, bertanya tentang kronologi kasus kemanakan saya (JH),"udh lah itu
Ini
Disisi lain, menurut penuturan dari menurut penuturan masih keluarga Ida Siregar, yang sempat disebut-sebut Calon Legislatif (Caleg) dari Partai Bulan Bintang Kabupaten Labuhanbatu, yang namanya enggan dicantumkan membenarkan, bahwa sempat menghubungi Kapolres Labuhanbatu Selatan untuk mencari informasi tentang penangkapan kemanakannya JH yang dituduh mencuri handphone.
"Saya dihubungi kak Ana (sebutan Rohana Siregar). Kemanakan ditangkap polisi. Tapi, pertama belum tau siapa yang menangkap. Sempat saya hubungi Kapolsek Kotapinang, tidak ada. Saya hubungi salah satu personel Jatanras Satreskrim Polres Labusel, ada nama JH yang ditahan kasus pencurian handphone. Besoknya saya datang ke Polres, dan tanya bagaimana yang terjadi. Saya juga bingung, mencuri hp sampai ke Polres. Apa tidak bisa diselesaikan di kantor Desa dengan Babinkantibmas dan Babinsa secara kekeluargaan atau istilah sekarang Restoratif Juctice. Lantaran hp, biasanya tidak mencapai Perma dengan nilai Rp.2,5 juta. Saya hubungi Kapolres tentang permasalahnnya,"ujarnya.
Ketika menghubungi Kapolres, Caleg ini diarahkan untuk menjumpai Kasat Reskrim untuk menceritakan kembali permasalahannya. Namun, dengan Kasat Reskrim, Caleg ini tidak ketemu. Hingga menyatakan kepada Kapolres Labuhanbatu Selatan akan mencari kepastian hukum tentang tuduhan pencurian handphone terhadap kemanakannya JH.
"Saya WhatsApp pak Kapolres dan menceritakan kronologinya. Sampai ada pemukulan dan kepala JH di rendam di dalam bak berisi air. Diarahkan ke Kasat Reskrim, saya jumpai stafnya. Kata stafnya belum masuk. Saya tunggu sampai 1 jam lebih di ruangan Satreskrim. Saya kontak balik Pak Kapolres, dan menceritakan semua kronologi penangkapan, sampai kepada JH tidak ada melakukan pencurian hp, dan akan melakukan penelusuran untuk mencari kepastian hukum. Cek aja ke beliau apa yang saya sampaikan,"jelasnya.
Kapolres Labuhanbatu Selatan AKBP Maringan Simanjuntak, ketika dikonfirmasi terkait dengan dugaan salah tangkap dan dugaan penganiayaan petugas Satreskrim mengatakan, untuk memberikan waktu agar melakukan pengecekan hasil penyidikan yang telah dilakukan.
"Mhn waktu ya..saya akan cek hasil penyidikan yg sdh dilakukan...Berkenan keluarganya suruh ketemu dgn sy hr senin (4/12/2023) siang ya...,"balas Kapolres via WhatsApp, Sabtu (2/12/2023) sekira pukul 16.58 Wib.
Ditemui di Polres Labuhanbatu Selatan, Kamis (7/12/2023), AKBP Maringan Simanjuntak, mengarahkan Poskotasumatera.com untuk wawancara dengan Kasat Reskrim AKP...............
Terkait dengan dugaan salah tangkap dan dugaan penganiayaan terhadap JH, yang dilakukan oleh oknum petugas Sat Reskrim Polres Labusel, dia (Kasar Reskrim) tak menjawab sesuai pertanyaan yang diajukan wartawan. Malahan, menyempatkan membahas diluar topik wawancara, alias "NGAWUR".
Praktisi Hukum Sumatera Utara, Ajie Lingga SH, terkait tentang prosedural penangkapan yang dilakukan oleh pihak Polres Labuhanbatu Selatan mengatakan, pekerjaan Polisi terkait penangkapan seseorang, harus didasari dengan bukti - bukti yang cukup. Bukan karena hanya nyanyian orang.
"Lembaga Kajian Strategis kepolisian Indonesia melalui abgda Edi Hasibuan sempat menyebutkan pada media tentang prosedural penangkapan yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Polisi harus profesional. Tidak boleh lagi ada penangkapan tanpa bukti. Tanpa bukti tidak boleh, meskipun ada yang nyanyi tidak bisa diproses secara hukum,"ujar Ajie.
Pada Pasal 17 KUHAP, lanjut Ajie, penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Bukti permulaan itu berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. Pasal ini menegaskan bahwa, perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang - wenang. Tetapi ditujukan kepada mereka yang betul - betul melakukan tindak pidana,"papar Ajie.
"Prosedur penangkapan oleh Polisi menurut KUHAP yakni, penyidik memperlihatkan surat tugas dan surat perintah penangkapan kepada tersangka, surat penangkapan tersebut harus menyebutkan identitas tersangka, alasan penangkapan, uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa. Kemudian tembusan surat perintah penangkapan harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan. Dalam hal tertangkap tangan, penangkapan dapat dilakukan tanpa surat perintah penangkapan, dengan ketentuan bahwa penangkapan harus segerah menyerahkan orang yang tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu terdekat. Terkahir, membuat berita acara penangkapan,"terang Ajie.
Prosedur penangkapan oleh Polisi lebih lanjut diterangkan dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2008 tentang Implementasi Prinsip dan Standart Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan tugas Polri. Dalam aturan tersebut, petugas kepolisian yang melakukan penangkapan wajib untuk :
1. Memberitahukan/menunjukan tanda identitasnya sebagai petugas Polri.
2. Menunjukan surat perintah penangkapan Kecuk dalam keadaan tertangkap tangan.
3. Memberitahukan alasan penangkapan
4. Menjelaskan tindak pidana yang dipersangkakan termasuk ancaman hukuman kepada tersangka pada saat penangkapan.
5. Menghormati status hukum anak yang melakukan tindak pidana dan memberitahukan kepada orang tua atau wali anak yang ditangkap segera setelah melakukan penangkapan.
6. Senantiasa melindungi hak privasi tersangka yang ditangkap, dan
7. Memberitahukan hal - hal tersangka dan cara menggunakan hak - hak tersebut, berupa hak untuk diam, mendapatkan bantuan hukum dan/atau didampingi oleh penasehat hukum, serta hak - hak lainnya sesuai KUHAP.
Tentang tindak kekerasan yang diterima oleh tersangka dalam penyidikan, lulusan Fakultas Hukum Universitas Udayana I Gusti Ngurah Ketut Triadi Yuliardana mengatakan, berdasarkan ketentuan yang ada pada Pasal 75 KUHAP dalam melakukan penyidikan kepada seorang tersangka, penyidik membuat berita acara permeriksaan dan menyerahkan kepada lembaga. kejaksaan.
Dalam setiap proses yang dijalani oleh tersangka terdapat perlindungan hukum yang melindungi haknya, karena tersangka sebagai manusia tentu saja memiliki hak-hak dasar yang tidak dapat dikurangi atau diganggu gugat yang
mana diatur didalam Pasal 28 I Ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyebutkan bahwa, “Hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum dan hak untuk tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”
Selain di UUD NRI 1945, perlindungan atas hak dari tersangka dapat ditemukan pada Pasal 52 KUHAP yang menyebutkan, “dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas
kepada penyidik atau hakim.” Bunyi pasal tersebut diperkuat dengan Pasal 28 E UUD NRI 1945, yang mana pasal tersebut mengatur mengenai perlindungan bagi setiap orang berhak
atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya. Berdasarkan pasal 7 Ayat (1) huruf j KUHAP, penyidik mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab. Yang dimaksud kewenangan tersebut tidak dilakukan secara bebas, melainkan diatur lagi didalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a angka 4 yang menyebutkan, bahwa mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.
"Kemudian berdasarkan Pasal 6 Ayat (1) huruf a KUHAP dan Pasal 7 Ayat (1) huruf j KUHAP yang menyebutkan kewenangan penyidik untuk "mengadakan tindakan lain
menurut hukum yang bertanggungjawab” dijelaskan sebagai tindakan yang: tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum, selaras dengan kewajiban hukum yang
mengharuskan dilakukan tindakan jabatan, tindakan itu harus patut dan termasuk dalam lingkungan jabatannya, atas pertimbangan yang layak dan berdasarkan keadaan memaksa, dan menghormati hak asasi manusia,"paparnya.
Apabila dalam proses penyidikan disertai dengan tindakan penyiksaan fisik berupa pemukulan ataupun dengan bentuk kekerasan yang lain yang mana merupakan bentuk pemaksaan kepada tersangka untuk mengakui perbuatan yang belum tentu perbuatan
tersebut dilakukan oleh pelaku, merupakan sebuah pelanggaran HAM yang diatur didalam Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut UUD NRI 1945 yang menyebutkan bahwa, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Jelas berdasarkan bunyi pasal tersebut,
tidak ada seorang pun yang boleh disiksa secara fisik maupun mental dalam proses hukum. Didalam Pasal 96 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia dijelaskan bahwa semua orang yang kebebasannya dicabut harus diperlakukan secara manusiawi dan penuh hormat karena martabatnya yang melekat sebagai manusia.
"Apabila terjadi penyiksaan di tingkat penyidikan oleh oknum polisi, maka polisi tersebut dapat dijatuhkan sanksi pidana, administratif, maupun disiplin polisi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan
Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol : 15 Tahun 2006 tentang
Kode Etik Profesi Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan juga KUHP,"jelasnya kembali.
Informasi terakhir, keluarga penadah I (inisial nama panggilan) dan keluarga pencuri R (inisial nama panggilan) sepakat untuk melakukan perdamaian dengan pemilik handphone yang melapor, Jum'at (8/12/2023). (PS/Red-05).