Ilustrasi pengukuran stunting |
POSKOTASUMATERA.COM| LHOKSEUMAWE - Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe baru baru ini telah sukses melakukan Pengukuran dan Publikasi Stunting. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh angka Prevalensi Stunting terkini pada skala layanan Puskesmas, Kecamatan dan Desa dalam wilayah Kota Lhokseumawe.
Demikian disampaikan oleh Dinas Kesehatan KotaLhokseumawe, Safwaliza kepada media ini, Senin 01 Januari 2024 di Lhokseumawe.
Menurut Kadis Kesehatan, Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir.
Dengan demikian periode 1000 hari pertama kehidupan seharusnya mendapat perhatian khusus karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas seseorang di masa depan, sebut Safwaliza.
Salah satu Intervensi penurunan Stunting terintegrasi yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe adalah Aksi ke 7 yaitu pengukuran dan publikasi stunting. Kegiatan ini telah sukses dilakukan berkat dukungan semua pihak yang telah berperan aktif selama masa kegiatan berlangsung.
Sambung Safwaliza, Pengukuran dan pulikasi angka stunting adalah upaya Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe untuk memperoleh angka Prevalensi Stunting terkini pada skala layanan Puskesmas, Kecamatan dan Desa.
Hasil pengukuran tinggi badan anak dibawah lima tahun serta publikasi angka stunting di gunakan untuk memperkuat komitmen pemerintah daerah dan masyarakat dalam gerakan bersama penurunan stunting. Baik untuk tingkat desa, kecamatan, kota, provinsi dan nasional, ujar Safwaliza.
Waspada tinggi badan pada balita untuk mencegah stunting
Lanjutnya, Kegiatan Pengukuran tinggi badan atau panjang badan dilakukan setiap bulan di posyandu yang dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan.
Data Pengukuran Tinggi badan di input dalam aplikasi elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e PPGBM) yang di entry oleh petugas gizi dibantu bidan desa dan kader di Kota Lhokseumawe, apabila ada data yang bermasalah gizi di konfirmasi dan divalidasi oleh petugas Puskesmas dan Dinas Kesehatan.
Selain data status gizi balita juga diinput data riwayat tindakan terhadap balita yang bermasalah gizi, kemudian di analisa faktor faktor determinan penyebab masalah gizi untuk diintervensi sesuai penyebabnya.
Sambung Safwaliza, berdasarkan hasil pengukuran status gizi balita pada akhir lalu di Kota Lhokseumawe melalui aplikasi e PPGBM secara by name by address dari sasaran balita sebesar 14613 anak dengan jumlah balita yang diukur antropometri sebanyak 13465 (92,1%) didapatkan prevalensi angka stunting pada balita sebesar 6,36 % (929 anak).
Dinas Kesehatan bersama dengan Puskesmas telah melakukan monitoring sekaligus analisa masalah yang terjadi hingga di desa, menunjukkan Pola Asuh Balita, Pola Konsumsi Ibu hamil dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Masyarakat masih membutuhkan intervensi dan pembinaan.
Intervensi spesifik yang telah dilakukan antara lain Pemberian Tablet Tambah Darah pada remaja putri, skrining calon pengantin, pemberian Fe pada Ibu Hamil, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada ibu hamil KEK, dan Pemberin Makanan Tambahan (PMT) Lokal untuk Balita bermasalah gizi.
Di desa telah berjalan kelas ibu hamil, kelas ibu balita dan posyandu balita yang rutin setiap bulannya untuk memantau tumbuh kembang balita dan memantau kesehatan ibu hamil.
Pada tahun 2023 setiap posyandu juga sudah mempunyai alat antropometri sesuai standar dan pengetahuan kader tentang pengukuran sudah baik sehingga pengukuran lebih valid dibandingkan dengan tahun lalu dan angka partisipasi pengukuran balita tahun 2023 lebih tinggi yaitu 92,1% .
Dalam menangani stunting di Kota Lhokseumawe perlu peningkatan kerjasama dan komitmen semua pemangku kebijakan dan pelaksana program dalam melaksanakan intervensi gizi sensitif.
Peran semua lintas sektor dan program, semua organisasi profesi, pemerintahan desa dan masyarakat umumnya bersinergi dalam mendukung gerakan penurunan stuting di Kota Lhokseumawe. Sehingga kedepan kota Lhokseumawe dapat keluar sebagai kota yang zero stunting, harapnya.
Persentase tersebut memang menurun pada 2022 dengan tingkat prevalensi stunting di Indonesia berada di angka 21,6 persen.
Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan seluruh negara dunia hanya memiliki tingkat stunting di bawah 20 persen sementara pemerintah Indonesia memiliki target prevalensi stunting pada 2024 sebesar 14 persen.
Meski angka stunting di Indonesia masih tinggi, banyak warga yang belum memahami ciri-ciri anak stunting dan cara mengukurnya.
Padahal, jika dibiarkan, stunting dapat menyebabkan anak rentan terkena penyakit dan menganggu aktivitasnya sehari-hari.
Ada cara yang dapat dilakukan untuk mengukur pertumbuhan anak dan mengindikasikannya terkena stunting. Anak yang stunting dapat diketahui melalui pengukuran perbandingan antara tinggi, berat, serta usia anak. (ADV)