POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN-Sidang lanjutan perkara koneksitas korupsi Rp52 M dengan agenda menghadirkan dua ahli disiplin ilmu berbeda oleh tim jaksa koneksitas pada Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Pidsus Kejati Sumut) dan Oditurat Militer Tinggi Medan, Senin (22/4/2024) di ruang Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan.
Perkara korupsi senilai Rp. 52 Miliar dengan terdakwa 2 warga sipil dan seorang purnawirawan Perwira Menengah (Pamen) TNI pada kegiatan eradikasi (pemusnahan tanaman sawit yang terkena penyakit) di lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU) di Kebun Tanjung Kasau, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara.
Kedua ahli yang dihadirkan JPU Hendri Edison Sipahutar didampingi Andalan Zalukhu masing-masing adalah ahli hama dan tanaman Mahardika serta ahli akuntan publik Dr Mhd Karya.
Menjawab pertanyaan tim penasihat hukum terdakwa Ir Gazali Arief MBA ketika itu selaku Direktur Utama (Dirut) PT PSU, ahli Dr Mhd Karya menerangkan, dia bersama tim lainnya ada melakukan tinjauan lokasi eradikasi di Kebun Tanjung Kasau. “Total loss Yang Mulia. Dianggap sebagai kerugian keuangan negara. Terhadap tanah yang dijual (ke rekanan pembangunan jalan tol).
Kita sudah konfirmasi berapa (total volime tanah kerukan) yang dijual (kepada para vendor). Tapi tidak ada dokumennya di PT PSU,” urai ahli di hadapan majelis hakim koneksitas diketuai M Yusafrihardi Girsang didampingi anggota majelis Kolonel (Kum) Niarti dan Gustap Paiyan Marpaung.
Kendati demikian, sambung ahli, tim melakukan pengukuran terhadap tumpukan tanah kerukan eradikasi untuk mengetahui volumenya dengan menggunakan meteran.
Sementara usai persidangan, JPU Hendri Sipahutar mempertegas bahwa PT PSU tidak memiliki dokumen topografi pengerukan tanah di lahan sawit yang terkena eradikasi.
“Nanti bisa dicek di Google apa itu topografi,” katanya singkat.
Eradikasi
Di bagian lain ahli hama dan tanaman Mahardika juga menerangkan, dirinya ada meninjau lokasi kegiatan eradikasi di Kebun Kebun Tanjung Kasau. Tanaman sawit lebih dari 1 meter bisa perkirakan usia tanam kurang lebih satu tahun. Saat dicek kembali pada 21 Agustus 2023 baru lalu, kondisi tanaman sudah tumbuh seperti usia tanaman 3 tahun.
Namun dalam kesempatan tersebut hakim ketua M Yusafrihardi sempat menyela pendapat ahli yang menyebutkan saat ini tanaman sawit di usia 26 bulan, sudah bisa panen. “Kacau ini,” kata hakim ketua sembari tersenyum kecil.
Hasil tinjauan ke lokasi kebun tersebut selanjutnya dilaporkan ke atasannya. “Memang ada eradikasi di lahan tersebut. Hasil kerukan tanah hampir rata dengan jalan. Sedangkan untuk replanting tanaman yang terserang penyakit diperkirakan menelan biaya kurang lebih Rp40 juta per Ha.
“Sedangkan dampak dari tanaman yang terkena penyakit perpendek usia, nilai investasi kurang dari keuntungan yang diprediksikan sebelumnya,” urai saksi menjawab pertanyaan tim PH terdakwa Gazali. Hakim ketua pun melanjutkan persidangan, Jumat (26/4/2024) untuk agenda pemeriksaan ketiga terdakwa. (PS/REL)