POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN-Personil
Pengawasan Sumber Daya Kelautan Perikanan (PSDKP) Stasiun Belawan, Dinas
Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumut dan Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim)
Polres Pelabuhan Belawan meninjau gudang kepiting bakau di Jalan Abdul Sani
Muthalib Kelurahan Terjun Medan Marelan, Kamis (6/6/2024) siang.
Dalam peninjauan pengelolaan
perdagangan Kepiting ini, Tim dipimpin langsung Kepala Stasiusn PDSKP Belawan
diwakili Pl Urusan Operasional dan Penanganan Pelanggaran Josia Suarta
Sembiring SH bersama beberapa pegawai pengawas. Terlihat juga Petugas
Pengawasan DKP Sumut Marudut, J Silalahi dan 2 personil Satreskrim Polres Belawan.
Di lokasi usaha juga terlihat Anggota DPRD Langkat Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) Sisanol Fahmi. Anggota DPRD Langkat ini disebut-sebut sebagai pemilik rumah dan gudang lokasi usaha kepiting bakau itu.
Dalam peninjauan dalam
rangka pengawasan perdagangan kepiting Bakau di Kota Medan sebagaimana Peraturan
Menteri Kelautan Perikanan Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster
(Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.), terlihat
kolaborasi baik antara lembaga pengawas dan kepolisian.
Ketiga lembaga negara ini
melakukan peninjauan ke semua area Gudang di tengah pemukiman warga milik Pak
Mis warga Hamparan Perak ini. Petugas melakukan penimbangan dan pengukuran
karapas kepiting guna memenuhi aturan panjang karapas kepiting 12 cm dengan
ukuran berat di atas 150 gram yang diizinkan ditangkap dan diperdagangkan.
Petugas mengambil
keterangan lisan di lokasi yang didapati Usaha Gudang Kepiting Pak Mis di Jalan
Abdul Sani Muthalib Kelurahan Terjun Medan Marelan. Pemilik usaha tak bisa
meninjukkan izin usaha. Diduga tak mengantongi izin dari pemerintah setempat
atau tak memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dari Online
Single Submission (OSS) dikelola Kementerian Investasi dan Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI.
Di depan petugas, Pak Mis
hanya mengatakan memiliki izin usaha dari Kepala Desa, padahal lokasi usahanya
berada di Kota Medan yang tak mengenal nama Kepala Desa di jenjang pemimpin di
tingkat Kelurahan. Di Kelurahan di Medan dipimpin oleh Lurah bukan Kepala Desa.
“Saya memiliki izin usaha dari Kepala Desa. Izin itu masih di Bank, untuk agunan,”
kata Pak Mis di depan petugas tanpa bisa menunjukkan izin usaha di maksud.
Usai pemeriksaan,
petugas meminta Pemilik Gudang Kepiting untuk membawa surat izin usaha kepada
DKP Sumut sebagai pengawas usaha Mikro sebagaimana usaha gudang kepiting tersebut
dan mengurus NIB sebagaimana aturan yang berlaku.
Pl Urusan Operasional
dan Penanganan Pelanggaran PSDKP Stasiun Belawan Josia Suarta Sembiring SH,
Kamis (6/6/2024) membenarkan kunjungan ke gudang kepiting milik Pak Mis di
Medan Marelan itu.
Bang Jos sapaan akrab
pejabat ini menjelaskan, petugas tak menemukan adanya kepiting under size di
lokasi usaha. Namun dia membenarkan, pemilik usaha tak bisa menunjukkan izin
usaha dan mengaku izin usaha dari Kepala Desa diagunkan ke Bank meminjam uang.
“Tak ada kepiting under
size di lokasi. Pemilik bilang punya izin usaha dari Kepala Desa tapi tak bisa
ditunjukkan alasannya di agunkan di Bank sebagai jaminan pinjaman. Maka kami
minta agar diberikan copynya pada petugas besok. Lalu kami anjurkan mengurus
NIB,” beber Josia Suarta Sembiring SH.
Pejabat Stasiun PSDKP
Belawan ini menyampaikan harapannya agar pers dan masyarakat terus melakukan
kerjasama dengan mereka atas pemberian informasi kepatuhan pelaksanaan Permen
KP No. 07 Tahun 2024.
TAK ADA URUS IZIN
Terpisah Kepala Lingkungan
setempat, mengaku pengusaha kepiting di wilayah nya itu tak pernah mengurus
Izin Usaha.
“Setahu saya, pemilik
usaha tak ada mengurus izin usaha ke Kelurahan Terjun. Karena harus ada
pengantar dari saya. Saya tak pernah neken surat pengantar untuk izin usaha itu,”
pungkas Kepling yang sudah beberapa tahun menjabat itu.
MINTA DITINDAK
Menanggapi keterangan
adanya izin usaha dari Kepala Desa oleh pemilik gudang kepiting Pak Mis padahal
usahanya berada di Kota Medan dinilai pengurus Lembaga Peduli
dan Pemantau Pembangunan (LP3) sebuah kebohongan.
Pengurus LP3 Hafifudin
menduga, pemilik usaha berbohong karena usaha milik Pak Mis berada di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan
Kota Medan yang tak mengenal nama Kepala Desa. “Bohong itu izin Kades, usahanya di Kota Medan, tak ada
Kepala Desa. Apalagi Kepala Lingkungan mengaku tak ada teken surat pengantar
izin usaha. Jelas dugaan tak ada izin nya,” tegas Hafifuddin, Jumat (7/6/2024).
Atas hal itu,
Hafifuddin meminta pemerintah setempat dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol
PP) Medan dan instansi hukum melakukan tindakan tegas jika terbukti usaha itu
tak berizin. “Tindak jika tak berizin. Karena usaha itu menimbulkan limbah,
harus bayar pajak dan retribusi daerah lainnya,” pungkasnya.
BUNGKAM
Pak Mis, pemilik usaha gudang kepiting di Medan Marelan bungkam saat dikonfirmasi wartawan. Pesan Whats App yang disampaikan kepadanya tak dibalas meski terlihat centang dua.
Sementara Kasat Reskrim
Polres Pelabuhan Belawan Iptu Rifi Noor Faizal membenarkan personilnya melakukan
pemeriksaan dan peninjuan ke gudang kepiting itu. “Iya bang,” balasnya singkat di
Whats App nya diakhiri emoji terima kasih, Kamis (6/6/2024).
Diberitakan sebelumnya,
Perdagangan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan
(Portunus spp.) di Sumatera Utara diduga banyak yang menyalahi aturan yang
dibuat Menteri Kelautan dan Perikanan.
Hal tersebut
dikhawatirkan membahayakan menjaga keberlanjutan ketersediaan sumber daya
perikanan, peningkatan kesejahteraan nelayan, pelaku usaha, dan masyarakat,
percepatan alih teknologi budidaya, pengembangan investasi, optimalisasi
penerimaan negara bukan pajak, peningkatan devisa negara, serta pengembangan
pembudidayaan khusunyanya Lobster, Kepiting dan Rajungan.
“Guna menghindari
pedagang melanggar Permen KP Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster
(Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.),
sebaiknya Polisi dan PSDKP intens kerjasama dalam mengawasi perdagangan hasil
laut komersil itu,” ungkap Ketua Jaring Mahasiswa LIRA (MAHALI) Sumut Muhammad
Suhaji SH pada wartawan, Rabu (5/6/2024) di Medan.
Khusus perdagangan
Kepiting, sesuai data diterima Jaring MAHALI Sumut jabarnya, ketersediaan hewan
laut berkarapas ini sesuai aturan karapas panjang diatas 12 cm atau berat diatas
150 gram tak banyak tersedia, namun distribusi perdagangan Kepiting lumayan
tinggi hingga dikhawatirkan ada pelanggaran.
“Menurut sumber-sumber
kami, ketersediaan kepiting dengan ukuran karapas 12 cm atau berat minimal 150
gram kurang jumlahnya, namun lalulintas perdagangan kepiting ke luar negeri
atau antar pulau lumayan besar. Harus diawasi itu. Jika terbukti ada
pelanggaran ditindak dan cabut izin usahanya,” tegasnya.
ATURAN BARU
Menteri Kelautan dan
Perikanan RI tanggal 18 Maret 2024 mengeluarkan Peraturan Nomor 7 Tahun 2024 Tentang
Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan
(Portunus spp.).
Dikutip dari laman
peraturan.go.id, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Permen KP itu
sebagai pengganti Nomor 17 Tahun 2021 dengan objek yang sama.
Dalam regulasi baru
ini, diatur Pengelolaan Kepiting (Scylla spp.) :
Pasal 9
(1) Penangkapan dan/atau
Pengeluaran kepiting (Scylla spp.) untuk kepentingan konsumsi di atau dari
wilayah negara Republik Indonesia hanya dapat dilakukan dengan ketentuan: a.
tidak dalam kondisi bertelur; b. ukuran lebar karapas di atas 12 (dua belas)
centimeter per ekor atau berat di atas 150 gram per ekor; dan c. penangkapan
wajib dilakukan dengan menggunakan alat Penangkapan Ikan yang bersifat pasif
dan ramah lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan
penangkapan kepiting (Scylla spp.) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan untuk kegiatan pendidikan, penelitian, pengembangan, pengkajian,
penerapan, dan/atau percontohan di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
(3) Kegiatan
pendidikan, penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, dan/atau
percontohan di dalam wilayah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus dilengkapi dengan: a. surat keterangan asal kepiting
(Scylla spp.) dari unit pelaksana teknis yang membidangi perikanan tangkap atau
Dinas sesuai dengan kewenangannya; dan b. surat keterangan dari badan yang
menyelenggarakan tugas di bidang pendidikan dan pengembangan kelautan dan
perikanan atau Badan Riset dan Inovasi Nasional sesuai dengan kewenangannya.
(4) Ketentuan
penangkapan dan/atau Pengeluaran kepiting (Scylla spp.) yang tidak dalam
kondisi bertelur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan pada
periode Desember sampai dengan akhir Februari dengan ketentuan: a. sesuai
dengan kuota yang ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan estimasi
potensi sumber daya ikan, jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dan tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan; dan b. dilengkapi surat keterangan asal kepiting
(Scylla spp.) dari unit pelaksana teknis yang membidangi perikanan tangkap,
unit pelaksana teknis yang membidangi perikanan budi daya, atau Dinas sesuai
dengan kewenangannya.
(5) Surat keterangan
asal kepiting (Scylla spp.) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam aturan ini sanksi
hukum menanti jika melanggar yang diatur dalam Pasal 19 (1) Setiap Orang
dilarang menangkap BBL yang tidak sesuai peruntukan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1).
(2) Setiap Orang
dilarang menangkap lobster (Panulirus spp.) diatas ukuran BBL sampai dengan
ukuran 150 (seratus lima puluh) gram untuk lobster pasir (Panulirus homarus),
lobster batu (Panulirus penicillatus), lobster batik (Panulirus longipes),
lobster Pakistan (Panulirus polyphagus) dan sampai dengan 200 (dua ratus) gram
untuk lobster (Panulirus spp.) jenis lainnya.
(3) Setiap Orang
dilarang: a. menangkap dan/atau mengeluarkan lobster (Panulirus spp.), dalam
kondisi yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
b. menangkap dan/atau mengeluarkan kepiting (Scylla spp.) dalam kondisi yang
tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan
Pasal 11; dan c. menangkap dan/atau mengeluarkan rajungan (Portunus spp.) dalam
kondisi yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
sampai dengan Pasal 14.
(4) Setiap Orang yang
melakukan penangkapan, pembudidayaan dan/atau Pengeluaran BBL, lobster
(Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan rajungan (Portunus spp.) dalam
kondisi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3), dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan/teguran
tertulis;
b. paksaan pemerintah
yang terdiri atas:
1. penghentian kegiatan
penangkapan, pembudidayaan, Pengeluaran, pendidikan, penelitian dan
pengembangan, pengkajian, penerapan, dan/atau percontohan;
2. penyegelan;
3. pengurangan atau
pencabutan sementara kuota dan lokasi penangkapan; dan/atau
4. tindakan lain yang
bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan kelestarian
sumber daya.
c. denda administratif;
d. pembekuan dokumen
perizinan berusaha; dan/atau e. pencabutan dokumen perizinan berusaha. (PS/RED)