POSKOTASUMATERA.COM-TANJUNG BALAI-Lahan Sawah Dilindungi (LSD) di Lingkungan V Jalan Cermai Kelurahan Sijambi Kecamatan Datuk Bandar Kota Tanjungbalai yang telah dialih fungsikan oleh pihak yang berinisial HES warga Jalan M.Nur Kelurahan Pahang Kecamatan Datuk Bandar diduga pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masih menerima insentif pertanian sehingga kalau benar adanya maka Pemkot Tanjungbalai dirugikan atas pembayaran PBB lahan tersebut.
Keterangan yang berhasil dihimpun awak media, bahwa lahan ini merupakan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) namun telah dialih fungsikan sekarang menjadi tanah kavlingan yang sebelumnya dilokasi tersebut telah gagal dilakukan pembangunan perumahan oleh pihak pengembang dipertengahan tahun 2023 lalu namun, sekarang pemilik lahan telah merubah bisnisnya dengan memperjualbelikan tanah kavlingan.
Dalam proses jual beli lahan kavlingan ini, pihak pemilik lahan belum memiliki Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) yang menjadi salah satu dokumen persyaratan dalam pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), sehingga jangan sampai keliru jika terjadi masalah terhadap orang yang baru membeli tanah kavlingan tetapi tidak bisa mendirikan bangunan karena terkendala IPPT.
Ketika permasalahan tersebut ditanyakan kepada Lurah Sijambi Ari Wiyoga diruang kerjanya Rabu (26-6-2024) belum mengetahui adanya alih fungsi lahan pertanian tersebut mengingat dirinya baru bertugas sebagai Lurah Sijambi pada awal Januari 2024 lalu, namun PBB lahan itu masih atas nama pemilik awal bernama Ratna dan tidak dijelaskan besaran pembayaran PBB lahan tersebut.
Sementara itu Kabid Penerimaan pada kantor Badan Pengelola Keuangan dan Penerimaan Daerah (BPJPD) Pemkot Tanjungbalai Ade Nasution diruang kerjanya belum lama ini menjelaskan enggan untuk memberi keterangan terhadap besaran pembayaran PBB dari lahan tersebut berdasarkan Perda Nomor 10 tahun 2023 pasal 173 dan menjaga kerahasian wajib pajak.
Terkait kawasan pertanian lahan basah didalam Perda Kota Tanjungbalai Nomor 2 tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tanjungbalai tahun 2013- 2033 bersepakat bahwa LSD tersebut dapat dipertahankan dan juga berkomitmen mengintegrasikan LSD yang telah disepakati kedalam revisi Rencana Tata Ruang Wilayah atau Rencana Detail Tata Ruang sebagai bagian dari kawasan tanaman pangan atau zona tanaman pangan.
Selanjutnya Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah melakukan Verifikasi dan Klarifikasi dalam rangka penetapan peta LSD di Kota Tanjungbalai melalui Dirjen Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang bersama Pemkot Tanjungbalai melalui Berita Acara tertanggal 22 September 2022.
Didalam Berita Acara tersebut tercantum luas Lahan Basah Sawah (LBS) berdasarkan Kepmen ATR/Ka.BPN Nomor 686/SK-PG.03.03/XII/2019 tanggal 17 Desember 2019 adalah seluas 72, 75 Hektare dan luas LBS terkoneksi berdasarkan surat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Nomor TAN.05.01/057/D.II.M. EKON.5/02/2022 tanggal 25 Februari 2022 hal data lahan sawah seluas 71, 91 Hektare, serta luas LBS terkoreksi digitasi tahun 2022 terdapat koreksi LBS terhadap non sawah seluas 0,96 Hektare.
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 3 tahun 2015 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang dalam kaitannya bahwa masyarakat dapat berperanserta didalam perlindungan LP2B dengan tata cara pelaksanaannya diatur dengan peraturan Gubernur Sumatera Utara yang mana dikaitkan dengan pemberian insentif dan disintensif kepada para petani berupa keringanan Pajak dengan ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian tersebut diatur dengan peraturan Gubernur Sumatera Utara.
Perda Nomor 3 tahun 2015 pada Bab XIX terdapat sanksi administratif pasal 47 bahwa setiap orang yang mengalihfungsikan areal LP2B diluar ketentuan Pasal 30 ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran bangunan, pemulihan fungsi lahan, pencabutan insentif dan/atau denda administratif.
Tata cara pengenaan sanksi administratif tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan sanksi administratif ini tidak membebaskan pelanggar dari tanggung jawab pemulihan dan pidana dengan ketentuan barang siapa melanggar dapat dipidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta.
Sementara itu larangan alih fungsi lahan pertanian merupakan ketentuan administratif yang memuat ketentuan pidana (Administrative Penal Law) atau hukum pidana administrasi, adapun ancaman pidana atas pelanggaran ketentuan Pasal 44 ayat ayat (1) Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 dinyatakan pada pasal 72 Jo UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.(PS/SUDI RAHMAT).