Anggota Dewan Harus Mampu Tingkatkan Perannya Sebagai Wakil Rakyat

/ Minggu, 28 Juli 2024 / 19.43.00 WIB
Sudirman Amin | Wakil Ketua Panleg

POSKOTASUMATERA.COM | LHOKSEUMAWE --  Semestinya semua anggota DPRD provinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia, untuk meningkatkan perannya sebagai wakil rakyat yang secara aktif mengawasi jalannya pemerintahan di daerah masing-masing dengan sebaik-baik mungkin.

Instrumen yang dapat digunakan untuk itu adalah segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan rencana anggaran yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.

Sudah tentu untuk melaksanakan fungsi-fungsi DPRK, termasuk fungsi legislasi dan fungsi anggaran, setiap anggota DPR perlu menghimpun dukungan informasi dan keahlian dari para pakar di bidangnya.

Demikian dikatakan oleh Wakil Ketua Panitia Legislasi DPRK Lhokseumawe Sudirman Amin dalam satu pertemuan dengan wartawa  media ini mengawali program kerja tahun 2024 di Lhokseumawe.

Sudirman dari partai Nasdem menjelaskan bahwa Informasi dan kepakaran itu, banyak tersedia dalam masyarakat yang dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat banyak. Apabila mungkin, setiap anggota DPR juga dapat mengangkat seseorang ataupun beberapa orang asisten ahli untuk membantu pelaksanaan tugasnya.

Jika belum mungkin, ada baiknya para anggota DPRK itu menjalin hubungan yang akrab dengan kalangan lembaga swadaya masyarakat, dengan tokoh-tokoh masyarakat dan mahasiswa di daerahnya masing-masing, dan bahkan dari semua kalangan seperti pengusaha, kaum cendekiawan, tokoh agama, tokoh budayawan dan seniman, dan sebagainya, ungkapnya.

Dari mereka itu, bukan saja dukungan moril yang dapat diperoleh, tetapi juga informasi dan pemahaman mengenai realitas yang hidup dalam masyarakat yang kita wakili sebagai anggota DPRK.

Atas dasar semua itu, setiap anggota DPRK dapat secara mandiri menyuarakan kepentingan rakyat yang mereka wakili, sehingga rakyat pemilih dapat benar-benar merasakan adanya manfaat memberikan dukungan kepada para wakil rakyat untuk duduk menjadi anggota DPRK, terang Sudirman politisi senior dari Nasdem.

Sambung Sudirman, Kemitraan DPRK dengan Eksekutif Pilkada langsung telah memberikan warna yang berbeda terhadap pola hubungan kerja Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) dengan kepada daerah disebabkan adanya perubahan yang mendasar pada sistem pemilihan dan pertanggungjawaban seorang kepala daerah.

Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 32 Tahun 2004, kepala daerah tidak lagi dipilih dan juga tidak bertanggung jawab kepada DPRD, tetapi dipilih secara langsung oleh rakyat, serta pertanggungjawaban diberikan kepada pemerintah dan publik.

Lanjut Sudirman, Semangat otonomi daerah yang dikembangkan Undang-undang No 22 Tahun 1999 hanya berusia tiga tahun saja. Pengalaman yang kurang baik tersebut menjadi pendorong lahirnya Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 yang penekanannya mengarah kepada pilkada langsung, yang titik berat pertanggungjawaban kepala daerah tampaknya ditarik kembali ke pusat.

Apakah ini menandakan akan bergeser semangat desentralisasi kepada sentralisasi kembali? Tidak mudah untuk menjawab hal tersebut karena kita masih harus melihat praktik di lapangan aktivitas-aktivitas yang merupakan representasi adanya perubahan tersebut.

Misanya apakah pengawasan yang dilakukan masyarakat terhadap eksekutif akan lebih produktif sehingga pemerintah daerah benar dalam menjalankan fungsi-fungsi eksekutifnya, walaupun sampai saat ini masih menyisakan pertanyaan mendasar mengenai mekanisme dan bentuk pertanggungjawabannya.

Selain itu pasal 27 ayat 2 Undang-undang 32 tahun 2004 menegaskan bahwa pertanggungjawaban tersebut hanya sebatas “menginformasikan” saja. Sejauh mana respons masyarakat memengaruhi kinerja dan karier kepala daerah, belum ada kejelasan.

Kenyataan seperti ini, berimbas pada pola hubungan yang terjadi antara DPRK dengan kepala daerah. Pasal 19 ayat 2 undang-undang ini mengatakan bahwa penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRK, kemudian pada pasal 40 ditegaskan bahwa DPRK berkedudukan sebagai unsur pemerintahan daerah, yang bersama-sama dengan kepala daerah membentuk dan membahas Perda dan APBD (pasal 42 ayat 1 huruf a.,b.)

Melihat konteks seperti ini, maka pola hubungan yang dikembangkan adalah kemitraan atau partnership. Dalam pola hubungan seperti ini, DPRD tidak dapat menjatuhkan kepala daerah, dan sebaliknya kepala daerah tidak memiliki akses untuk membubarkan DPRD.

Hubungan kemitraan pada realisasinya tidak hanya didasarkan pada peraturan-peraturan perundangan semata akan tetapi juga mengacu pada nilai dan budaya yang berkembang dalam masyarakat lokal, sehinga dapat dijalin hubungan yang harmonis, saling menghargai, menghormati dan transparans tanpa harus mengorbankan sikap kritis dan sensitif dari DPRK.

Pengalaman yang lalu dapat diambil sebagai pelajaran, hubungan kemitraan yang kebablasan, khususnya dalam hal penyusunan APBD yang terkesan mengedepankan kepentingan pribadi atau kelompok harus dihindarkan.

Ada harapan dengan Undang-undang 32 tahun 2004 dikembangkan sikap kemitraan dengan dikawal oleh penegakkan hukum terhadap praktik-praktik KKN di daerah.

Penjabaran dari hubungan yang harmonis harus ditempatkan pada relnya masing-masing. Khusus untuk DPRD, undang-undang memberikan tiga fungsi pokok yaitu : Fungsi Legislasi, anggaran dan pengawasan (pasal 41). Sedangkan kepala daerah memiliki tugas dan wewenang memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD (pasal 25, huruf a), demikian terang Sudirman Amin, politisi senior partai Nasdem. (ADV)

Komentar Anda

Terkini: