POSKOTASUMATERA.COM-MEDAN-Laporan
Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 26/LHP/XX/8/2023 atas Laporan Hasil
Pemeriksaan Kepatuhan Atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2021 s/d Semester I Tahun 2023 pada PT Perkebunan Nusantara II dan Instansi Terkait di Sumatera Utara dan DKI Jakarta yang dipublis BPK RI tanggal 30 Agustus 2024
menghentak jantung publik.
Dalam LHP BPK RI yang diteken Novy GA Pelenkahu MBA Ak CSFA sebagai Penanggungjawab Pemeriksaan ini, Pemeriksa menemukan :
1. Klausul kontrak kerja sama belum sepenuhnya menguntungkan PTPN II dan tidak sesuai peraturan pertanahan sehingga mengakibatkan pelaksanaan proyek KDM tidak terukur dan terindikasi merugikan senilai Rp1.250.000.000,-.
2. Pembayaran monthly base dan biaya lain-lain konsultan hukum tidak berdasar serta kelebihan pembayaran success fee sehingga mengakibatkan indikasi kerugian keuangan PTPN II senilai Rp8.271.191.768,56; dan
3. PTPN II belum mengenakan denda keterlambatan kedatangan raw sugar Tahun 2022 senilai USD17,272.60 kepada AT Pte Ltd. sehingga mengakibatkan kekurangan penerimaan atas denda keterlambatan kedatangan raw sugar senilai USD17,272,6.
Dalam LHP BPK RI setebal 281 halaman itu, ditemukan dugaan mega masalah yang terinci dalam 15 item yang dirinci detail diantaranya :
1. Klausul
Kontrak Kerja Sama Belum Sepenuhnya Menguntungkan PTPN II dan Tidak Sesuai Peraturan
Pertanahan. 2. Lingkup
dan Asumsi Laporan Kajian PT BS Tidak Sesuai Skema Kerja Sama. 3.Pembayaran
Monthly Base dan Biaya Lain-Lain Konsultan Hukum Tidak Berdasar
serta Kelebihan Pembayaran Success Fee Senilai Rp 8.271.191.768,56 dan 4. PTPN
II Belum Mengenakan Denda Keterlambatan Kedatangan Raw Sugar Tahun 2022 senilai
USD17,272.60 kepada AT Pte Ltd termaktum LHP BPK No. 26 mulai halaman 51.
Selanjutnya pada point – point selanjutnya disebutkan : Point 6. Penghapusbukuan Lahan Eks HGU Seluas 451,73 Ha Tidak Dapat Diselesaikan Tepat Waktu dan Terdapat Ganti Rugi yang Belum Diterima Senilai Rp384.317.459.410,00, Point 7. Pembayaran Biaya Keamanan Tahun 2021 s.d. 2023 Belum Sesuai Ketentuan, Point 8. Kerja sama Pembangunan Kota Mandiri Bekala (KMB) antara PT Perkebunan Nusantara II dengan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional Belum Dilakukan Sesuai Ketentuan, Point 9. Kerja Sama Penjualan Listrik Kepada PT PLN (Persero) dan Pengoperasian dan Pemeliharaan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas dengan PT Pertamina Power Indonesia (PPI) Belum Memberikan Keuntungan yang Optimal Bagi PTPN II dan Point 10. Pelaksanaan Empat Paket Pekerjaan Pengecoran dan Pengaspalan Jalan tidak Sesuai Kontrak, disebutkan BPK terjadi kemahalan bayar : Pengecoran senilai Rp. 833 juta, Pengaspalan senilai Rp. 251 juta.
Di 5 item terakhir,
BPK RI merincikan hasil pemeriksaan mereka atas : Point 10. PTPN II Belum
Menagihkan Overdue Interest Keterlambatan Pembayaran Senilai Rp1,9 miliar dan Biaya
Denda Keterlambatan Serah Terima Senilai Rp7.3
miliar, Point 12. Pertanggungjawaban Tiga Paket Pekerjaan
Investasi Tidak Memenuhi Ketentuan Perolehan Aset Tetap, Point 13.
Denda Keterlambatan Pekerjaan Investasi Mesin dan Instalasi Belum Dikenakan Senilai Rp224,5 juta dan Potensi Kemahalan Investasi Mesin Senilai Rp556 juta, Point 14. Pelaksanaan Inter
Company Trading (ICT) Gula Kristal Putih (GKP) Konsorsium PTPN II dan PTPN
IV belum sesuai dengan ketentuan dan Point 15. Pengelolaan Mutu Persediaan CPO Tidak Sesuai
dengan SOP Pemasaran Komoditi Kelapa Sawit.
Menanggapi masalah ini, Pengurus Lembaga Peduli dan Pemantau Pembangunan (LP3) menyampaikan statemen nya dengan seolah bertanya, masih Aparat Penegak Hukum (APH) di Sumut ini diam dengan temuan BPK RI itu.
“Masihkan APH di Sumut diam atas temuan dalam
dokumen negara diberikan auditor negara ini?,” tanya Pengurus LP3 Hafifuddin kepada
wartawan, Jumat (8/11/2024) di Medan.
Aktivis ini menanyakan, apakah hasil pemeriksaan
menjadi kotak pandora mengungkap berbagai masalah di PTPN I atau hanya menjadi
komik bacaan Aparat Penegak Hukum menjelang tidur.
“LHP ini jadi pandora ungkap masalah atau bacaan jelang tidur seperti komik Bobo saja. Kita lihatlah ke depan nya,” ujarnya.
Dijelaskannya, dalam LHP BPK RI 2023 itu
terang menerang menyebutkan adanya berbagai dugaan skandal dalam anggaran,
pembayaran dana proyek, konsultan hukum, sukses fee dan lainnya lain. “Ayo kita
jalankan tanggungjawab kita selanjutnya setelah BPK mengupas tata kelola di
PTPN II dari tahun 2021 hingga semester I 2023 lalu,” ajak Hafifuddin.
Dalam dokumen LHP BPK RI yang ditelisik media ini, hasil pemeriksaan atas Kerja sama pemanfaatan lahan milik PTPN II pada proyek KDM menunjukkan hal sbb :
a. Pelaksanaan Proyek Tidak Didukung dengan RKT dan Laporan Berkala. Dalam rangka pelaksanaan KSO terdapat beberapa yang tidak patuh, antara lain Tidak adanya dokumen rencana kerja tahunan (RKT) dan PTPN II dan PT NDP tidak mendapat laporan berkala dari PT DMKR. b. Kelebihan Transfer PPLWH kepada PT NDP Senilai Rp1.372.063.871,- dan c. Kewajiban penyerahan lahan kepada Negara belum diatur dalam kontrak.
Berkaitan dalam kewajiban penyerahan lahan kepada negera belum diatur dalam kontrak dijabarkan dalan LHP itu, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah yang menyatakan bahwa dalam hal perubahan HGU karena terjadi revisi rencana tata ruang, maka pemegang HGU menyerahkan paling sedikit 20% kepada negara dari luas bidang tanah HGU yang diubah. Pemerintah Kabupaten Deli Serdang menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2021 – 2041 yang didalamnya mengatur penggunaan tata ruang berdasarkan jenis Kawasan seperti pemukiman, perindustrian, perkebunan dan lain sebagainya.
Berdasarkan data pola ruang dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Deli Serdang dan peta HGU PTPN II yang berada
di Kabupaten Deli Serdang Kawasan pemukiman pada gambar 3 merupakan rencana tata ruang
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2021-2041. Lahan kebun Bandar Klippa seluas ±5.834
Ha dan Tandem seluas ±274,01 Ha berada dalam kawasan
pemukiman. Sampai dengan 15 Desember 2023 terdapat pemecahan konversi HGB pada
beberapa lahan yang berada di wilayah kebun Bandar Klippa seluas 81,66 Ha yang akan dialokasikan kepada
pemerintah seluas 16,33 Ha (81,66 Ha x 20%).
Sertifikat HGB menyatakan bahwa penerima hak wajib menyerahkan sekurang kurangnya 20% dari luas bidang HGU yang diubah menjadi HGB dan penerima hak dilarang mengalihkan, menjual dan/atau melepaskan HGB apabila penerima belum melaksanakan kewajiban kepada negara.
Pemegang saham PTPN II dalam keputusan nomor S-915/MBU/12/2019
tanggal 12 Desember 2019 memutuskan Lampiran MCA rincian
HGU yang digunakan untuk kawasan residensial seluas 2.514 Ha, sehingga penerima
hak memiliki kewajiban untuk mencadangkan lahan
seluas 20% atau 502,8 Ha.
Selain itu, luasan lahan yang diserahkan PT NDP kepada PT DMKR yang tertuang dalam berita acara
penyerahan lahan tidak menyebutkan alokasi lahan seluas 20%
untuk diserahkan kepada pemerintah. Namun hal tersebut belum diatur dalam MCA
dan perjanjian KSO anak usaha patungan.
Belum diperoleh keterangan dari pemangku kepentingan atas
hal itu. Pj Bupati dan Sekda Kabupaten Deliserdang tak kunjung menanggapi
konfirmasi wartawan yang dilayangkan, Selasa (5/11/2024) tak membalas konfirmasi
wartawan. Wirya Alrahman dan Citra Capah tak membalas konfirmasi meski terlihat
2 centang di laman Whats App nya.
Kepala Kantor Pertanahan Deliserdang Abdul Rahim hanya
menjawab tipis tipis konfirmasi wartawan. Dia hanya meminta wartawan
mengkonfirmasi instansi yang periksa. Namun dia tak menjelaskan, atas realisasi
hak negara dalam pengalihan HGU menjadi HGB yang diajukan ke kantornya oleh
PTPN II dahulu.
“Kami belum bisa memberikan komentar bang, karena LHP BPK
tersebut bukan pemeriksaan terhadap instansi BPN dan yg berkewajiban
menindaklanjuti temuan BPK tersebut adalah instansi yg diperiksa,” pungkasnya,
Senin (4/11/2024) dan tak menjawab konfirmasi kembali hingga berita ini tayang.
Sementara Kakanwil BPN Medan Askani juga tak merespon
wartawan, Senin (4/11/2024). Namun salah satu Kabid di BPN Sumut Abdul Rahim
Nasution, Selasa (5/11/2024) menghubungi kontak media mendata materi konfirmasi
dan berjanji akan menyampaikannya ke Kakanwil nya. Namun hingga berita ini
tayang, tak ada jawaban konfirmasi media ini dari pejabat itu.
Mantan Direktur PTPN II Irwan Perangin Angin enggan
berkomentar. Dia meminta wartawan menyampaikan konfirmasi ke manjemen Region I
PTPN I. “Silahkan dibuat ke Reg1 ex PTPN2 u mendapatkan jawaban. Tks,” jawabnya
singkat via Whats App nya, Senin (4/11/2024).
Terpisah, Direktur Nusa Dua Propertindo Iman Subekti yang
dikonfirmasi atas dugaan kelebihan transper dari PTPN II ke anak usaha yang
dipimpinnya senilai Rp. 1,37 miliar, dia mengaku telah menyelesaikannya.
Tentang tak diaturnya penyerahan lahan 20 persen ke
Pemkab Deliserdang dalam klausul kerjasama pengolalaan lahan pengalihan HGU,
Iman Surbekti meminta wartawan konfirmasi ke manajemen Region I PTPN I.
“Klu dari point2 yg om kirim itu... point a. Sdh sesuai
krn ada berita acara nya. Point b. Sdh langsung di selesaikan. Point c. Oenyerahan
lahan ke negara, menjadi ranahnya ptpn2 semarang ptpn 1/ reg 1,” katanya membalas
wartawan, Senin (5/11/2024).
Sementara SEVP Region PTPN I Ganda Wiatmaja belum menyampaikan tanggapannya. Dia mengaku akan segera menjawab konfirmasi wartawan atas LHP BPK No. 26 Tahun 2023 itu. “Nanti kami akan jawab,” ujarnya singkat, Jumat (08/11/2024) malam.
Informasi dihimpun, Aliansi Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat dan Mahasiswa (GERAM) melayangkan pemberitahuan aksi ke Kapolrestabes Medan atas tanggapan mereka dengan LHP BPK RI No. 26 Tahun 2023 itu. Dalam surat pemberitahuan aksi yang diterima media ini, massa GERAM menggelar aksi Jumat 8 November 2024 di Mako Polda Sumut, Kantor Kejati Sumut dan Kantor PTPN II.
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memang bisa menjadi dasar bagi penegak hukum untuk mengusut dugaan tindak pidana korupsi. Meskipun LHP BPK tidak secara langsung menyatakan bahwa telah terjadi tindak pidana, laporan ini bisa memuat temuan yang mengindikasikan adanya kerugian negara atau ketidakpatuhan terhadap peraturan. Berdasarkan temuan tersebut, aparat penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, atau Kejaksaan, dapat melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Prosesnya biasanya melibatkan beberapa tahap:
Audit BPK: BPK melakukan audit terhadap pengelolaan keuangan negara oleh instansi pemerintah atau lembaga tertentu. Jika ditemukan adanya kerugian negara atau penyimpangan, hal tersebut akan dicatat dalam LHP.
Temuan yang Signifikan: Jika temuan BPK mengindikasikan kerugian negara akibat tindakan yang berpotensi koruptif, penegak hukum dapat menggunakan laporan ini sebagai salah satu alat bukti awal.
Rekomendasi BPK: BPK biasanya memberikan rekomendasi untuk perbaikan atau tindak lanjut administratif kepada instansi yang diaudit. Namun, jika kerugian negara besar atau ada indikasi pidana, laporan tersebut dapat dilanjutkan ke aparat penegak hukum.
Penyelidikan dan Penyelidikan Lanjutan: Berdasarkan LHP, penegak hukum dapat memulai proses penyelidikan dan penyidikan untuk menemukan bukti tambahan yang memperkuat dugaan korupsi. (PS/RED)