POSKOTASUMATERA.COM - MEDAN - Korupsi pada tingkat tertentu sama bahayanya bahkan bisa lebih berbahaya dibanding terorisme. Kalau teroris merusak satu titik, sementara budaya korupsi atau korupsi pada skala besar yang terstruktur akan menghancurkan segala tatanan kehidupan berbangsa.
Demikian diungkapkan Tuan Guru Batak (TGB) Syekh Dr. H. Ahmad Sabban elRahmaniy Rajagukguk MA, pada dialog kebangsaan di kampus USU, Senin sore, 24 Maret 2025.
Kegiatan dialog kebangsaan ini diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berkolaborasi dengan Komisi XIII DPR RI membangun kerangka persatuan melalui Dialog Kebangsaan di Digital Learning Center Building Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.
Tuan Guru Batak lebih lanjut menegaskan jika negara ingin damai dan terlindung dari terorisme, maka bukan hanya penguatan aparat keamanan, tapi penting menegakkan prinsip keadilan sosial terkhusus penegakan hukum pemberantasan korupsi.
"Selain penegakan pilar ideologi bangsa, pemahaman agama yang moderat dan benar, keadilan dan pemerataan kesejahteraan, maka kejahatan korupsi menjadi syarat utama melenyapkan terorisme." Tegas Tuan Guru Batak.
Kegiatan itu bertema “Dialog Kebangsaan Dalam Rangka Memperkuat Persaudaraan Untuk Menjaga Keutuhan Bangsa” menghadirkan keynote speaker Wakil Ketua Komisi DPR RI Sugiat Santoso, S.E., M.S.P., dan dihadiri Deputi 1 Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Sudaryanto, S.E., M.Han., dan Rektor USU Prof. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si.
Dialog Kebangsaan ini dihadiri hampir 300 peserta yang terdiri dari tokoh agama, tokoh masyrakat, ormas, partai politik, mahasiswa.
TGB juga mengutip penelitian Daniel Meierrieks dan Daniel Auer, diterbitkan di American Political Science Review, yang dipublikasikan oleh Cambridge University Press pada Oktober 2024 lalu. Menurut Daniel, korupsi politik memiliki dampak fatal terhadap aktivitas terorisme, berdasarkan surveinya di 175 negara antara tahun 1970 hingga 2018.
Mereka menemukan, bahwa tingkat korupsi yang lebih tinggi menyebabkan peningkatan terorisme. Artinya, tingkat korupsi yang lebih tinggi menyebabkan peningkatan aktivitas teroris. Dan sebaliknya, semakin tidak korup suatu negara, indeks terorismenya semakin rendah.
Hadir juga dalam kegiatan ini, Direktur Pencegahan BNPT Prof. Dr. Irfan Idris, M.A., dan Ketua Kadin Sumut Firsal Ferial Mutyara.
Lebih lanjut, Sugiat menguraikan bahwa target kegiatan dialog kebangsaan ini, pertama untuk mengapresiasi kinerja BNPT dibawah komanda Kepala BNPT Komjen Pol. Eddy Hartono. Selama kepimpinan Eddy Hartono, BNPT mampu zero terrorist attack.
“Kita sudah lama tidak mendengar ada teror dibawah Kepala BNPT Komjen Eddy Hartono. Alhamdulillah kita komisi XIII akan selalu suporter seluruh program BNPT, baik anggaran dan regulasi,” katanya.
Deputi 1 Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Sudaryanto, S.E., M.Han., mengatakan kegiatan ini sangat penting menguatkan wawasan kebangsaan masyarakat menuju Indonesia Emas 2045.
Dengan demikian, kedepan ia berharap Indonesia bisa menjadi bangsa hebat, maju, dan diseganai bangsa-bangsa di dunia.
“Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah menyukseskan kegiatan ini. Dialog atau diskusi kebangsaan seperti ini sangat bagus untuk menyatukan persepsi bagaimana kita kedepan akan menjadi bangsa yang hebat dan maju,” ujar Sudaryanto.
Sementara itu, Rektor USU Prof. Dr. Muryanto Amin, S. Sos., M.Si., berterima kasih atas kepercayaan BNPT dan Komisi XIII DPR RI menjadikan USU sebagai tempat kegiatan.
Hal ini membuktikan bahwa Sumut sebagai miniatur Indonesia bisa menjadi tempat kehidupan yang damai, aman, tentrram di tengah perbedaan yang ada. “Kebangsaan itu harus dipupuk, dirawat, dibesarkan, dan kalau berbuah dibagikan tentu akan dinikmati seluruh masyarakat. Maka dialog kebangsaan perlu dilakukan terus menerus, dan tidak boleh berhenti di satu titik,” terang Muryanto.
Ia mencontohkan bagaimana perjuangan para pendahulu bangsa di PPKI dan BPUPKI saat harus berdabat dan berdialog keras untuk menetapkan konstitusi Indonesia. Namun berbagai perbedaan akhirnya berhasil membuahkan hasil berupa dasar negara Pancasila yang terbukti mampu menjadikan berbagai perbedaan di Indonesia menjadi satu kesatuan NKRI. (PS/SAN)