POSKOTASUMATERA-HUMBAHAS,- Sungguh tidak beretika seorang kadis yang alergi terhadap wartawan dan juga melarang Wartawan untuk merekam pada saat melakukan konfirmasi langsung di ruangannya. "Dezon Franata Situmeang sama sekali tidak mengerti, bahwa wartawan adalah profesi mulia, yang mana dengan adanya wartawan sehingga Publik bisa lebih mendapatkan informasi dan berita.
Sangat disayangkan juga ketika ada pihak-pihak yang mempersulit , menghalang-halangi dsb, seorang Wartawan disaat menjalankan tugasnya sebagai seorang jurnalistik untuk mendapatkan dan mengumpulkan data sebagai sumber pemberitaan.
Pada saat dikonfirmasi Plt. Dinas Inspektorat Dezon Franata Situmeang melarang Wartawan untuk merekam, Selasa, (15/4) terkait dugaan penyelewengan penggunaan Dana BOS tahun 2022/2023 pada sekolah SMPN-1 Doloksanggul.
Saat dipertanyakan kembali, sampai dimana pengauditan yang telah dilakukan Dinas Inspektorat pada sekolah tersebut, malah Dezon mengatakan kami tidak berhak memberitahunya , itu harus izin daripada Bupati kepada kami , jika Bupati mengizinkannya kami beritahu."Dan jika kalian berkenan saya akan berusaha mempertemukan kalian dengan pengelola anggaran untuk mempertanyakan temuan yang kalian maksud.
Akan tetapi jangan kalian merekam, semua handphone taruh di meja, kalian tidak boleh merekam supaya pembicaraan kita searah .Ucapnya dengan nada sombong .
M. Simanjutak dari Media Straightnews.id saat dianya menerima panggilan telpon masuk, Dezon menyampaikan, bahwa dia tidak mau dikonfirmasi media jika melalui pesan WhatsApp (WA) , dan tidak akan mau melayani media poskotasumatera.com jika membawa kawan untuk konfirmasi ke kantornya , dan paling anehnya lagi dia berucap jika nomor handphonenya dibayari pemerintah maka dia mau membalasnya, ucapnya
Sekertaris LSM Kamtibmas Humbang Hasundutan Mian Silaban kembali angkat bicara saat awak media menyampaikan hal tersebut, Jumat, (17/4), kalau begitu bisa kita simpulkan, beliau terlampau angkuh, sombong dan banyak bicara. "Terus terang, selama hidup saya tidak pernah saya mendengar jika nomor Handphone miliknya dibayari pemerintah, anehkan ...!
Berikutnya, darimana jalan ceritanya dia melarang kalau konfirmasi harus sendiri tanpa berkawan, satu Batalyon-pun bisa kok, asal tertib saja . "Dan juga darimana jalannya beliau bisa melarang wartawan untuk merekam dan dimana aturan dan peraturannya, tolong ditanyakan kembali, dimana aturannya."Kalau mau lebih paham lagi, suruh dia lebih banyak membaca buku tentang aturan dan peraturan terkait UU Pers, agar lebih pintar lagi.
Jikalau kita meninjau apa yang sesuai dengan UU PERS no 40 tahun 1999 Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyatakan, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat(2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000,000 (Lima Ratus Juta Rupiah).
Menilik dari UU Pers no 40 Tahun 1999 pasal 18 ayat 1 dan 3, serta pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 tersebut bahwa jurnalis/wartawan memiliki kebebasan untuk menggali dan memperoleh informasi serta mempubilasikannya untuk kepentingan publik, dan pekerjaan sebagai wartawan dilindungi hukum.
Sedangkan larangan kepada wartawan untuk merekam bisa melanggar kebebasan pers dan Undang-Undang Pers. Wartawan memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.
Setiap wartawan memiliki hak kebebasan berekspresi, termasuk hak untuk menyelidiki, melaporkan dan menyampaikan informasi, wartawan juga memiliki hak untuk melindungi sumber informasi mereka, memperoleh perlindungan hukum dalam menjalankan tugasnya, tidak boleh dihukum jika menjalankan tugasnya sesuai kode etik jurnalis dan UU Pers.
Pelarangan wartawan untuk merekam bisa mengancam kehidupan demokrasi, dan berpotensi terhadap munculnya lack of expposure (ketisaktransparan)."Rakyat terlebih-lebih Media dirugikan karena tidak bisa mendapatkan informasi publik.
Ini Aturan, Bolehkan Wartawan Merekam Tanpa Izin.
Melalui peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, di asumsikan bahwa dokumentasi yang dilakukan oleh wartawan dilakukan pada pada saat wartawan yang bersangkutan sedang menjalankan tugas jurnalistiknya. "Profesi wartawan menurut Pasal 1 angka 4 UU Pers adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
Dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya terdapat perbedaan antara wartawan dan masyarakat sipil dimana secara khusus wartawan bernaung dalam pers atau perusahaan pers. "Ketika menjalankan profesinya, wartawan harus menaati kode etik jurnalistik. Menurut Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk.
Lebih lanjut, dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, wartawan Indonesia harus menempuh cara-cara yang profesional. Penafsiran mengenai cara-cara yang profesional tersebut adalah : menunjukkan identitas diri kepada narasumber; menghormati hak privasi; tidak menyuap; menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang; menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara; tidak melakukan plagiat, termasuk hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri; penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbang kan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Selain cara-cara profesional dalam menjalankan tugas jurnalistiknya sebagaimana disebutkan di atas, dalam konteks merekam atau dokumentasi yang dilakukan oleh wartawan juga harus tunduk pada Kode Etik Jurnalistik lain yaitu: tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan ; mempunyai hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan; menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya kecuali untuk kepentingan publik.
Berdasarkan ketentuan di atas, wartawan dalam merekam tanpa izin dilarang ketika hal tersebut berkaitan dengan pribadi narasumber, misalnya kehidupan pribadi narasumber, hal-hal yang disepakati untuk off the record, dan lain-lain.
Lantas, bolehkah wartawan merekam tanpa izin di kantor pemerintahan atau fasilitas umum.
Sepanjang penelusuran kami sebagai Lembaga, tidak ada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas dan eksplisit mengenai larangan mengambil gambar , merekam video, merekam suara didalam kantor pemerintahan dan fasilitas umum sepanjang dilakukan untuk tugas jurnalistik dengan cara-cara profesional dan bertujuan memberikan informasi yang berimbang.
Jika Dirugikan atas Informasi/ Dokumentasi dari Wartawan
Namun demikian, apabila terdapat pihak-pihak yang merasa dirugikan atas informasi atau dokumentasi yang dimuat dalam produk jurnalistik yang dibuat oleh wartawan, maka pada dasarnya masyarakat dapat menggunakan pelayanan hak jawab dan hak koreksi."Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang yang memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
Sementara, Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. "Implementasi pelaksanaan hak jawab tersebut dapat dilihat dalam Pasal 10 Kode Etik Jurnalistik, yang menyatakan bahwa wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Selain itu, pelaksanaan hak jawab dan hak koreksi dapat dilakukan juga oleh Dewan Pers karena salah satu fungsi Dewan Pers adalah memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
Lalu tanggapan dari pers atas hak jawab dan hak koreksi berupa kewajiban koreksi yaitu keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
Kewajiban koreksi ini juga merupakan bentuk tanggung jawab pers atas berita yang dimuatnya. "Kemudian dalam Kode Etik Jurnalistik juga disebutkan bahwa penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan/atau perusahaan pers.
Jadi untuk itu saya menghimbau kepada Bupati Humbang Hasundutan Oloan Nababan, agar segera mengevaluasi kinnerja beliau sebagai pemimpin di Dinas Inspektorat, agar lebih profesional , dan jangan terlampau sombong dan tinggi hati dalam berbicara, karena Pers dan LSM adalah mitra kerja daripada Pemerintah untuk menegakkan sistem demokrasi. "Jadi seharusnya Plt Inspektorat disuruh untuk belajar lebih banyak , dan harus didiklat lebih lama lagi, tuturnya. (PS/BN )
